Gawat, Ternyata Penderita TBC Cenderung Meningkat di Padang Pariaman

Pariaman,BANGUNPIAMAN.COM-Tuberculosis (TBC) masih dianggap penyakit turunan dan kutukan.  Padahal penyakit TBC tersebut penyakit menular dan dapat disembuhkan bila dilakukan pengobatan sesuai dengan petunjuk dokter.

Demikian terungkap dari pertemuan  Capacity Building of Civil Society Organitation (CSO) 1-2 Advocacy Skill dan Fundraising (Peningkatan Kapasitas CSO untuk keahlian advokasi dan penganggaran)  bersama SSR TBC-HIV Care Aisyiyah Padang Pariaman, Selasa (28/8/2018) di salah satu hotel di Pariaman. Pertemuan yang berlangsung selama tiga hari, Senin- Rabu (27-29/8/2018).

Menurut Koordinator Program SSR TBC-HIV Care Aisyiyah Padang Pariaman Dasril, perkembangan penyakit TBC di Padang Pariaman memprihatinkan. Hal ini terbukti penderita TBC setiap tahun cenderung meningkat.

“Target dari pertemuan ini agar semua pihak menyadari pentingnya penanggulang penyakit TBC. Pencegahan dan pemberantasan TBC tidak bisa diserahkan kepada satu pihak saja. Harus semua pihak di tengah masyarakat turut memberantas TBC,” kata Dasril.

Umumnya penderita TBCC dari keluarga miskin. Sehingga sulit untuk pengobatan karena butuh biaya transportasi dan makan pendamping sebagai tambahan gizi selama minum obat. 



Aisyiyah selama 2017 sudah menyalurkan  bantuan transport sebesar Rp 30.000 per terduga TBCC. Selain itu, bantuan Rp 500.000 pada pasien TBCC kebal obat. Ada 11 orang yang dibantu periode April – Desember 2017. Tahun ini sudah dihentikan.  

Dasril menyayangkan, anggaran pemberantasan TBC di Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman sangat minim. Informasi dari Dinkes, tahun ini hanya tersedia Rp 90 juta untuk 12 jenis penyakit menular, termasuk TBC. Penyakit menular 12 jenis tersebut adalah TBC, HIV, kusta, filariasis/kaki gajah, frambusia/puru, ISPA, diare, rabies, DBD, malaria, hepatitis dan ILI (influenza). Bayangkan dengan anggaran sebanyak itu, bagaimana mencegah penyakit TBC.


Wakil Supervisor (Wasor) TBCC Dinas Kesehatan Padang Pariaman Yuli Afrida menyebutkan, Januari – Juni  2018 sudah ditemukan 318 penderita TBC. Penderita TBC juga berkaitan dengan  penderita HIV. Penderita HIV sekitar 38,8 persen menderita TBC. Sebaliknya, penderita TBC yang terkena HIV sebesar 1,2 persen.

Menurut Yuli, penderita TBC kategori pertama bisa diobat dengan 4 jenis obat selama 6 bulan. Kategori kedua, jika penderita TBC lalai minum obat, atau kembali terkena TBC, maka dibutuhkan 5 jenis obat ditambah suntik selama 8 bulan. Yang berbahaya adalah penderita TBC yang sudah kebal obat atau resisten.

“Kebal obat ini harus ditangani sampai 2 tahun. Biaya yang dibutuhkan minimal Rp 200 juta per pasien,” kata Yuli yang juga  Staf Kasi Pemberantasan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Pariaman

Sepanjang tahun 2014 hingga 2018 sudah ditemukan 44 kasus TBC kebal obat. Tahun 2014 sebanyak 5 kasus, 2015 sebanyak 11 kasus, 2016 sebanyak 9 kasus, 2017 sebanyak 10 kasus dan tahun 2018 sebanyak 8 kasus.

 “Jika ditemukan penderita TBC, diobati sampai sembuh, hanya membutuhkan biaya Rp 1 – 2 juta per pasien. Jadi untuk menekan biaya pengobatan TBC, harus dicegah jangan sampai pasien TBC masuk kategori kebal obat,”  tambah Yuli.

Tampil juga narasumber  dari Badan Perencana Keuangan Daerah Soni Ekaputra dan Kabag Organisasi Sekretariat Pemkab Padang pariaman Azwarman. (***/wis)



 

Tidak ada komentar

Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih

Diberdayakan oleh Blogger.