Mahasiswa dan Siswa Diminta Berhati-Hati, Menshare Berita dan Informasi Yang Belum Jelas Kebenarannya.




Peserta Pelatihan Jurnalistik yang diselenggarakan PC Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Pariaman, Fhoto Bersama Dengan Nara  Sumber Armaidi Tanjung dan Zakirman Tanjung (Fhoto : Dok Panitia ) 
Pariaman, BANGUNPIAMAN.COM---Mahasiswa dan siswa harus hati-hati menyikapi informasi berita-berita yang disajikan berbagai media sosial, media online dan lainnya. Jangan mudah terprovokasi dari media yang tidak jelas, apalagi menshare berita dan informasi yang belum tentu kebenarannya.

Demikian diungkapkan Bendahara  Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Padang Pariaman Armaidi Tanjung, Sabtu (25/8/2018) saat memberikan materi pada Pelatihan Jurnalistik yang diselenggarakan PC Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Pariaman.  

Narasumber lain tampil praktisi media Zakirman Tanjung. Pelatihan dibuka  Walikota  Pariaman diwakili Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kanderi,  diikuti mahasiswa STIT Syekh Burhanuddin, STIE Sumbar Pariaman, siswa SMA, SMK dan MAN di Kota Pariaman.

Menjawab pertanyaan siswa SMA,  Armaidi menyebutkan isu-isu agama dan politik sangat mudah menarik perhatian publik. Sentimen agama yang disajikan media sosial dan siber sangat mudah memancing untuk sikapi. Apalagi nama medianya cenderung bernuansa agama, sangat mudah menjadi perhatian publik.  Padahal informasi yang disampaikan sesungguhnya adalah hoaks.

“Secara pribadi sudah beberapa kali menemukan berita hoaks yang menyesatkan. Faktanya bertolak belakang dari peristiwa sesungguhnya. Namun karena ada kepentingan pihak tertentu, informasi tersebut sengaja dibelokkan agar sentimen agama mudah dipercaya publik,” tutur Armaidi yang juga Pemimpin Redaksi Sitinjausumbar.com.

Data dari Dewan Pers menyebutkan, kata Armaidi,  ada 47 ribu media di Indonesia. Sekitar 2.000-2.500 tercatat sebagai media cetak, 44.300 media online, 600 media televise dan 400 media radio. Dari semua media tersebut, ternyata masih sangat sedikit yang terverifikasi di Dewan Pers.

“Agar terhindari dari berita-berita hoaks, setidaknya bisa dilihat dari pengelola media tersebut. Standar Dewan Pers setidaknya harus ada lembaga berbadan hukum (PT, yayasan atau koperasi) yang mengelola/menayangkan. Harus ada penanggungjawab, alamat,  struktur, nomor kontak yang  pengelola jelas.

 Jika hal tersebut tidak lengkap,  informasi yang disampaikan jangan mudah dipercaya. Bila perlu abaikan saja informasinya. Jangan-jangan berita/informasi yang disampaikan hoaks,” kata Armaidi, yang sudah mengikuti uji kompetensi wartawan utama ini.

Jika media tersebut dikelola atau berafilisasi dengan organisasi tertentu, maka harus jelas organisasinya. Sehingga informasi terkait organisasi tersebut  dapat dipercaya, kata Armaidi yang juga pengurus  Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sumatera Barat ini.

Praktisi media Zakirman Tanjung menyebutkan,  laporan / berita hendaklah ditulis secara komprehensif  agar pembaca memperoleh informasi yang lengkap alias tidak menyisakan tanda-tanya. Selain itu, wartawan dituntut berpacu dengan waktu, menyajikan hasil liputan pada kesempatan pertama. Dengan kata lain, haram bagi wartawan menunda-nunda pekerjaan.

“Cara belajar efektif menulis berita adalah dengan metode ATM BRI (amati, tiru, modifikasi, belajar rajin dan intensif). Metode ini  dikenal jika belajar dengan autodidak. Seperti pengalaman saya menulis artikel, puisi, cerpen dan berita yang dilakukan semenjak sekolah dasar,” kata Zakirman. (***/wis)

Tidak ada komentar

Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih

Diberdayakan oleh Blogger.