2019: Antara Kontestasi dan Pendidikan Politik

Novri Aznika Putra  (Fhoto Dok Pribadi )
Memasuki tahun politik, 2019 menjadi tahun dimana pesta lima tahunan bangsa Indonesia akan segera digelar. Partai politik peserta Pemilu sudah jauh-jauh hari menggelar sosialisasi kepada masyarakat di berbagai penjuru Indonesia.

Disamping itu golongan professional yang juga diberikan kesempatan untuk menjadi peserta Pemilu sesuai dengan perintah Undang-Undang yang disebut dengan Dewan Perwakilan Daerah juga telah bermunculan.

Dan peserta Pemilu yang terakhir adalah Presiden dan Wakil Presiden, peserta Pemilu yang terakhir ini nampaknya sangat seksi untuk dibahas lebih lanjut, dapat dilihat dipelbagai media massa apakah itu cetak ataupun elektronik dan dipelbagai lembaga survey yang ada.

Sehingga menyajikan kepada masyarakat adu argumen diantara kubu yang ada, dan menyajikan data dan fakta mengenai prestasi yang sudah diraih dan ada yang menyajikan pelbagai kritikan terhadap pemerintah yang hari ini sedang berjalan.

Pada Pemilu 2019 ini diikuti sebanyak 16 partai politik Nasional yang sudah diverifikasi oleh KPU RI dimana diantaranya adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golongan Karya (GOLKAR).

Kemudian Partai Nasdem, Partai Gerakan Perubahan Indonesia (GARUDA), Partai Berkarya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA), Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

Serta diikuti oleh 4 partai lokas Aceh yaitu Partai Aceh, Partai SIRA, Partai Daerah Aceh, Partai Nanggroe Aceh. Serta dengan diikuti dua pasang calon Presiden dan Wakil Presiden. Kemudian masing-masing daerah diwakili 4 orang anggota Dewan Perwakilan Daerah sesuai dengan kuota daerah masing-masing.

Kontestasi Politik

Sejak dimulainya masa kampanye peserta Pemilu yang dimulai pada 26 September 2018 dan berakhir pada 13 April 2019. Maing-masing peserta pemilu sudah saling curi start demi merebut hati masyarakat dengan pelbagai media yang ada.

Sejatinya pemilu tahun ini menjadi ajang perlombaan bagi peserta yang telah terdaftar sebagai peserta Pemilu, karena secara harfiah kontestasi dapat diartikan sebagai perlombaan, yang dimana didalamnya terjadi perebutan menuju suatu jabatan tertentu.

Perlombaan yang dimaksud adalah persaingan yang sehat antara para kontestan dalam meraih kekuasaan. Kemudian kalau dilihat realitas hari ini, bagaimana praktek kompetesi yang dipertunjukkan oleh masing-masing peserta pemilu bisa dikatakan mengarah pada hal-hal yang sifatnya buruk.

Realitas seperti itu secara eksplisit dapat dirasakan oleh kalangan masyarakat kita hari ini. Memang praktek yang demikian tidak dilakukan oleh seluruh peserta Pemilu, namun dilakukan oleh oknum-oknum yang terlalu memaksakan kehendak demi mendapatkan posisi tertentu di hati masyarakat.

Kontestasi pemilu 2019 ini menjadi ajang dimana antara peserta pemilu yang notabene kontestan dan masyarakat sendiri yang nantinya akan memilih siapa perwakilan dan pemimpin yang baru lima tahun kedepan. Dalam memilih perwakilan di parlemen dan pemimpin yang akan menahkodai bangsa ini, masyarakat tentunya harus lebih selektif demi mandapatkan orang-orang yang cocok dibidang tersebut.

Apakah itu dengan melihat rekam jejak, pendidikan, pengalaman dan faktor lainnya yang bisa menetapkan pilihannya pada satu calon. Pesera Pemilu sendiri juga melakukan pelbagai hal demi merebut hati dan menjadi pilihan masyarakat nantinya, diantaranya melakukan kampanye di segala bidang.

Apakah itu langsung turun kepada masyarakat dengan bersosialisasi, memasang APK (Alat Peraga Kampanye) seperti Spanduk dan Baliho dan bahan kampanye seperti memasng sticker, banner, kalender, dan bahan kampanye lainnya yang dirasa bisa memperkenalkan diri kepada masyarakat banyak.

Perlu diketahui oleh kita bersama bahwasannya jadwal kampanye yang sudah disusun oleh penyelenggara pemilu dimulai pada tanggal 26 September 2018 sampai 13 April 2019, sedangkan kampanye di media sosial baru bisa dimulai pada tanggal 23 Maret 2019 mendatang.

Demi terselenggaranya pemilu yang langsung, umum, bebas rahasia, serta jujur dan adil maka penyelenggara Pemilu menerima masukan dan laporan dari masyarakat. Seperti hal nya dengan penetapan DPT (Daftar Pemilih Tetap) oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum), dalam hal ini pemilih dapat melapor kepada PPK di tingkat Kecamatan atau kepada PPS di tingkat Desa/Nagari agar bisa memproses hal tersebut.
Kemudian juga Bawaslu (Badan Pengawas Pemilhan Umum) meminta kepada masyarakat agar ikut serta mengawasi segala tahapan yang dilakukan oleh penyelenggara dan peserta pemilu. Hal-hal yang seperti ini perlu dilakukan dan sesama anggota masyarakat mesti saling mengingatkan satu sama lain.

Karena dalam proses kontestasi ini hal yang perlu dijaga adalah bagaimana jalannya proses pemilihan ini berjalan secara baik dan nantinya orang-orang yang terpilih bisa menjalankan amanah dengan sebaik mungkin, proses kontestasi menjadi hal yang sangat penting untuk kita jaga demi mendapatkan hasil yang diharapkan.

Pendidikan Politik

Disamping adanya kompetisi yang berlangsung, mesti dibarengi dengan proses edukasi atau pendidikan kepada masyarakat secara baik. Salah satu hal yang diharapkan oleh masyarakat kepada para kontestan atau peserta Pemilu adalah bagaimana mereka yang nantinya akan menjadi wakil rakyat dan pemimpin itu bisa memberikan pencerahan dan mempertunjukkan hal-hal yang positif dan mendidik kepada masyarakat.

Dalam proses menuju tanggal 17 April 2019 besok, sudah banyak yang dilakukan oleh peserta Pemilu demi merebut suara. Namun pertanyaan besarnya hari ini adalah apakah yang mereka pertunjukkan dan dipertontonkan itu sudah mendidik masyarakat?

Secara Sosiologis, dikalangan masyarakat sendiri memiliki tanggapan yang beragam atas apa yang terjadi, tentunya itu disebabkan oleh bagaimana kemampuan masyarakat dalam menerima dan memilah segala informasi yang didapat. Sebagai bahan pembelajaran, nampaknya pemilu 2014 silam dapat dijadikan contoh sebagai pembanding kita.

Pesta demokrasi lima tahun yang silam itu dapat kita rasakan bagaimana di tengah-tengah masyarakat terjadi polarisasi yang sangat tajam, dan berakibat pada mental masyarakat kita dalam berdemokrasi, bisa dikatakan kontestasi lima tahunan itu tidak disambut dengan suka cita lagi.

Kita dapat mendengar di pelbagai daerah ada suami istri yang bertengkar karena berbeda pilihan partai atau Presiden dan Wakil Presiden misalnya atau dalam hubugan sebuah pertemanan bisa rusak karena berbeda pilihan itu tadi. Dan bahkan polarisasi itu tidak hanya terjadi pada masyarakat, pada media pun hal yang seperti ini terjadi serta juga pada lembaga survey.

Peristiwa itu tentu terdengar sangat lucu di telinga kita dimana kontestasi yang hanya sifatnya sementara bisa membuat kita terpecah belah, namun harus menjadi perhatian serius bagi kita, agar peristiwa yang seperti itu tidak terulang kembali pda tahun 2019 ini.

Kita kembali bisa melihat bagaimana kondisi masyarakat kita hari ini, ada anggota masyarakat yang bisa belajar dari pengalaman sehingga bisa lebih selektif dalam menerima informasi, dan ada juga anggota masyarakat yang sampai saat ini belum berubah sikap dengan kata lain masih memiliki mental yang sama dengan lima tahun yang silam.

Pada saat ini beredar luas di masyarakat tagline #2019Gantipresiden dan #2019tetapjokowi dan masih banyak embel-embel lainnya. Situasi seperti ini membuat masyarakat kembali dihadapkan dengan situasi yang sama seperti 2014 silam, bagaimana ada usaha dari masing-masing kandidat memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa nanti di 2019 presiden harus diganti dan 2019 tetap dengan presiden Jokowi, dan tentunya berakibat pada kembali tepolanya masyarakat kita secara pilihan terhadap Presiden dan Wakil Presiden.

Proses yang dilakukan oleh masing-masing kandidat seperti ini hendaknya memberikan nilai edukasi kepada masyarakat, sehingga masyarakat bisa menerima tanpa harus membedakan Antara pilihan yang satu dengan yang lainnya.

Pendidkan politik yang diinginkan adalah bagaimana masing-masing calon memberi pencerahan kepada konstituennya dengan pelbagai program yang ditawarkan, apakah itu memperbaiki program yang sudah ada ataukah dengan menawarkan program yang baru, bukan dengan menyebabkan permasalahan ditengah-tengah masyarakat dengan program yang ditawarkan.

Masyarakat ketika menerima segala bentuk informasi apakah itu secara langsung maupun di media, maka itu harus disaring dan tidak diterima secara mentah-mentah.

Akan menjadi permasalahan ketika masyarakat tidak melakukan hal yang demikian, maka peristiwa yang terjadi pada 2014 silam berkemungkinan terulang kembali.

Intisari yang harus dipahami oleh masyarakat kita hari ini adalah jangan dikarenakan hal-hal seperti tagline masing-masing calon tadi menjadikan masyarakat kembali terpolarisasi dan hubungan antar sesama menjadi renggang.
Silahkan masing-masing masyarakat memilih mana yang menurut mereka baik dan bagus sehingga menjadi pilihan pada 17 April 2019 nanti. Silahkan #2019Tetapjokowi dan silahkan juga #2019Gantipresiden, itu masing-masing pilihan masyarakat dan jangan karena pilihan itu tadi menjadikan kita sebagai manusia yang arogan, memaksakan kehendak kepada orang lain yang belum tentu mempunyai pilihan yang sama dengan kita.

Dan diharapkan pula kepada seluruh peserta Pemilu untuk tetap menjaga harmonisasi antar sesama, dan memeberikan pendidikan politik kepada masyarakat sebagai mana mestinya.



Penulis Adalah Pengawas Pemilu Nagari Tandikek Selatan Kecamatan Patamuan Kabupaten Padang Pariaman

Tidak ada komentar

Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih

Diberdayakan oleh Blogger.