“Dari Sekolah di Pelosok, Guru Gusra Farnita, Menggapai Mimpi Nasional”

0
Menerima hadiah berupa sebuah laptop yang diserahkan langsung oleh Bunda Literasi Sumbar, Harneli Bahar. Foto : Istimewa


Siapa sangka, dari sebuah sekolah dasar di pelosok Padang Pariaman, lahirlah kisah haru seorang guru yang mampu menggetarkan hati banyak orang.

--------------------


Namanya Gusra Farnita, guru SDN 16 VII Koto Sungai Sarik. Ia baru saja meraih Juara 1 Lomba Menulis Surat untuk Guru dan Siswa se-Sumatera Barat kategori guru, yang digelar DPD SatuPena Sumbar bersama Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Sumbar.


Pengumuman pemenang dilakukan pada Kamis (21/8/2025) kemarin, di lantai 4 Kantor Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Sumbar, Jalan Diponegoro, Padang. 


Gusra keluar sebagai pemenang dengan nilai 1.251, mengalahkan puluhan guru hebat lain. Posisinya disusul Kusdar Yuni, S.Pd dari SMKN 1 Padang Panjang (nilai 1.234) dan Addurorul Muntatsiroh, M.Pd dari SMKN 4 Sijunjung (nilai 1.200).


Lebih istimewa lagi, Gusra adalah satu-satunya guru SD yang berhasil menembus daftar 25 nomine. Saat menerima hadiah berupa sebuah laptop yang diserahkan langsung oleh Bunda Literasi Sumbar, Harneli Bahar, air matanya tumpah. 


“Alhamdulillah, jangankan juara satu, masuk 25 besar saja saya sudah sangat bersyukur. Surat ini saya tulis selama 20 hari, penuh perenungan, penuh air mata. Ternyata perjuangan itu tidak sia-sia,” tutur Gusra dengan suara bergetar.


Kisah dalam Surat


Surat yang ditulis Gusra berjudul “Mimpi Anak Pelosok Negeri Menggapai Langit”. Isinya bukan fiksi, melainkan kisah nyata tentang perjuangannya bersama seorang murid yang sederhana namun penuh semangat belajar.


Awalnya, Gusra sempat ragu ketika ditempatkan di sekolah kecil yang jauh dari hiruk-pikuk kota. Ruang kelas rusak, papan tulis reot, buku terbatas, bahkan banyak murid datang dengan seragam seadanya. Dalam hati ia sempat bertanya: “Bisakah anak-anak ini belajar dengan baik?”


Keraguan itu pelan-pelan pupus ketika ia bertemu seorang anak yang datang paling awal, tekun menulis, dan tak pernah mengeluh meski harus pulang menembus hujan atau panas. Dari anak itu, Gusra belajar: pendidikan bukan tentang kelengkapan fasilitas, melainkan tentang tekad dan semangat.


Suatu ketika, saat ada lomba, sang anak dengan polos bertanya, “Bu, bolehkah saya mencoba?” Kalimat sederhana itu menjadi titik balik. Mereka berdua berjuang bersama di kelas panas tanpa pendingin, dengan papan tulis lapuk dan listrik yang kadang padam. Tetapi semangat si anak tak pernah padam.


“Setiap kali saya hampir menyerah, anak itu berkata: ‘Bu, saya percaya.’ Dari situlah saya kembali menemukan keyakinan,” tulis Gusra dalam suratnya.


Hingga akhirnya, murid itu berhasil menorehkan prestasi tingkat nasional, bahkan untuk pertama kalinya naik pesawat ke Jakarta. 


“Perjalanan ke Jakarta memang hanya satu setengah jam, tetapi perjalanan menuju mimpi itu butuh keberanian bertahun-tahun,” kenang Gusra.


Perjuangan ke Jakarta


Namun, di balik kegembiraan itu, Gusra mengungkap kisah getir. Meski diundang ke Jakarta, ia dan muridnya tak punya biaya perjalanan. 


Pihak terkait terkesan saling lempar tangan. Tapi Gusra tak menyerah. Berkat donasi masyarakat, dukungan LSM, hingga bantuan perantau di rantau, mereka akhirnya bisa berangkat.


“Semua perjuangan itu terbayar ketika melihat murid saya berdiri di atas podium nasional. Ia bukan hanya membawa nama sekolah kecil kami, tetapi juga membawa cerita: bahwa anak-anak pelosok pun berhak bermimpi besar,” ujar Gusra dengan mata berkaca-kaca.


Sosok Gusra


Gusra Farnita, lahir di Padang Pariaman, 18 Agustus 1985, adalah anak kelima dari enam bersaudara. Lulusan Universitas Negeri Padang ini aktif menggerakkan literasi di kampung halamannya. 


Ia mendirikan taman baca “Si-Pintar” di samping rumahnya di Nagari Lareh Nan Panjang, Sungai Sariak. Ia juga Ketua Forum Literasi Kabupaten Padang Pariaman serta aktif di forum Bundo Kanduang.


Hobi menulis dan kecintaannya pada budaya Minangkabau mengalir dalam setiap karyanya. Dan lewat lomba ini, namanya kini harum tak hanya sebagai guru, tetapi juga sebagai pejuang literasi.


Inspirasi dari Sekolah Kecil


Kisah Gusra mengingatkan kita bahwa pendidikan sejati bukanlah tentang gedung megah atau fasilitas lengkap. Pendidikan sejati lahir dari ketulusan guru, semangat murid, dan keyakinan bahwa mimpi tak mengenal batas geografi.


Gusra Farnita telah membuktikannya: dari papan tulis reot di sekolah kecil, lahir juara nasional yang menginspirasi banyak anak Indonesia. (***/)

Tags

Posting Komentar

0Komentar

Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih

Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top