SatuPena Bedah Buku Nia Kurnia Sari : Dari Penjual Gorengan Jadi Inspirasi Dunia

0
Diskusi buku “Nia Kurnia Sari (27 Februari 2006 – 6 September 2024), Gadis Penjual Gorengan yang Menggemparkan Dunia” yang digelar secara daring, Sabtu (6/9/2026) malam.


PADANGBuku “Nia Kurnia Sari, Gadis Penjual Gorengan yang Menggemparkan Dunia” karya Armaidi Tanjung berhasil mengangkat kisah tragis seorang gadis kecil menjadi catatan besar yang menggugah banyak orang. 


Semua fakta tertuang dengan detail sehingga pembaca mendapat gambaran utuh tentang sosok Nia dan peristiwa yang dialaminya.


Hal itu mengemuka dalam diskusi buku “Nia Kurnia Sari (27 Februari 2006 – 6 September 2024), Gadis Penjual Gorengan yang Menggemparkan Dunia” yang digelar secara daring, Sabtu (6/9/2026) malam.


Diskusi menghadirkan Sekjen DPP SatuPena Indonesia, Dr. Satrio Arismunandar, serta Pengasuh Pesantren Bustanul Yaqin Lubuk Alung Padang Pariaman sekaligus Ketua Senat Universitas Taman Siswa Padang, Dr. H. Rahmat Tuanku Sulaiman, S.Sos, M.M


Acara tersebut dibuka oleh Penasihat SatuPena Sumbar yang juga Ketua LKAAM Sumbar, Prof. Dr. Fauzi Bahar, Datuak Nan Sati.


Fauzi menegaskan pentingnya sebuah peristiwa ditulis agar menjadi bukti sejarah. Menurutnya, sosok Nia layak dijadikan teladan bagi remaja. 


“Selama ini tokoh yang diangkat kebanyakan orang dewasa. Buku ini memberi contoh bahwa anak remaja pun bisa ditokohkan,” ujarnya.


Ketua DPD SatuPena Sumbar, Sastri Bakry, juga memberi sambutan. Diskusi turut dihadiri Atase Perdagangan dan Ekonomi Bulgaria, Daniel Dubrov, serta penulis, akademisi, penyair, dan sastrawan dari berbagai daerah, termasuk Jerman.


Satrio Arismunandar menilai buku ini patut diapresiasi karena mengangkat peristiwa sosial dari sudut pandang jurnalistik. 


“Nia sebelumnya bukan siapa-siapa. Lalu peristiwa tragis menimpanya, dan justru cita-citanya membahagiakan keluarga tercapai setelah kepergiannya,” ujarnya. 


Ia bahkan membandingkan kisah Nia dengan Affan Kurniawan, pengemudi ojek online yang meninggal setelah ditabrak Rantis Brimob pada Agustus 2025.


Sebagai mantan wartawan Kompas sekaligus pendiri AJI, Satrio menekankan peran penulis dalam memilah informasi benar di tengah kabut simpang siur. 


“Armaidi menulis dengan pendekatan jurnalistik. Ia turun ke lapangan, mewawancarai langsung, mengumpulkan data resmi seperti rapor, piagam, hingga keterangan sekolah. Buku ini detail, informatif, layak dijadikan bahan sejarah maupun penelitian sosial,” katanya.


Rahmat Tuanku Sulaiman menyebut buku ini sarat pelajaran bagi keluarga, masyarakat, maupun pengambil kebijakan. 


“Peristiwa Nia dicatat dengan komprehensif. Dari orang biasa bisa menjadi tokoh. Penting menulis orang kecil agar kisahnya tak hilang,” katanya. 


Ia bahkan menyinggung kisah Qabil dan Habil dalam Alqur’an sebagai contoh abadi tentang peristiwa tragis yang diabadikan lewat tulisan.


Sastri Bakry menambahkan, Armaidi dikenal konsisten berkarya sebagai wartawan sekaligus penulis. “Ia tak banyak bicara, tapi karyanya terus lahir. Banyak pujian terhadap buku ini, meski tentu ada kritik. Justru itulah uniknya sebuah karya: multi tafsir,” ucapnya.


Menurut Sastri, buku ini membuka banyak fakta yang sebelumnya tak diketahui publik. “Armaidi melengkapinya dengan data yang valid. Kalau penasaran, bacalah bukunya,” tambahnya.


SatuPena sendiri konsisten mempromosikan karya literasi anggotanya hingga ke forum internasional. 


Diskusi yang dipandu Siska Saputri ini diakhiri dengan ucapan terima kasih dari penulis Armaidi Tanjung, yang juga menjawab berbagai pertanyaan peserta. (**/Rel)

Posting Komentar

0Komentar

Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih

Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top