Eksistensi Pesantren Nurul Yaqin Ringan-Ringan Luar Biasa

Padang Pariaman,BANGUNPIAMAN.COM--Tuanku sebagai ulama harus mengikuti perkembangan teknologi informasi yang kini melanda kehidupan umat. Karena teknologi mampu menjadi ruang dakwah tanpa batas.

Demikian diungkapkan Wakil Bupati Padang Pariaman Suhatri Bur, ketika pengukuhan lulusan Pondok Pesantren Nurul Yaqin Ringan-Ringan, Pakandangan, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, Sabtu (8/12/2018).  Menurut Suhatri Bur, lulusan pondok pesantren selain dididik menjadi calon ulama, tapi juga mampu menjadi umara.

“Banyak lulusan pondok pesantren yang tidak hanya mengaji, menjadi juru dakwah, ulama, tapi juga umara, atau dirangkul menjadi umara. Seperti ustazd Abdul Somad  yang diajak menjadi calon wakil presiden, KH. Ma’arif Amin ulama yang menjadi calon Wakil Presiden RI periode 2019-2024, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang pernah menjadi Presiden RI. Ketiga tokoh tersebut  dibesarkan di pondok  pesantren,” kata Suhatri Bur yang juga mantan Bendahara PC Nahdlatul Ulama Padang Pariaman ini.

Suhatri Bur menilai, eksistensi Pesantren Nurul Yaqin Ringan-Ringan luar biasa. Berbagai prestasi sudah diraihnya. Perlombaan tingkat Sumatera Barat dan nasional, santri Nurul Yaqin Ringan-Ringan seringkali meraih juara. Seperti Regu Pramuka Santri Pesantren Nurul Yaqin berhasil meraih juara I Cabang Tapak Perkemahan pada Perkemahan Pramuka Santri Nusantara (PPSN) di Jambi akhir Oktober 2018 lalu.

“Pesantren bukan mengekang prestasi santri, tapi malah menyediakan ruang untuk berkreasi dan berprestasi. Seperti ditampilkan dalam acara pengukuhan lulusan tuanku ini, ada tari pasambahan dan tari piring. Biasanya yang tampil disewa dari group kesenian lain. Tapi kini sudah dilakukan oleh santri Pesantren Nurul Yaqin sendiri,” kata Suhatri Bur menambahkan.

Menurut Ketua Yayasan Pembangunan Islam El Imraniyah (PYII) Ringan-Ringan Idarussalam Tuanku Sutan, selain pengukuhan 37 tuanku dan tuanki (lulusan perempuan) juga dikukuhkan  8 lulusan Bustanul Muhaqiqin, 114 lulusan tingkat tsanawiyah. Khusus yang tingkat tsanawiyah, jumlah 114 tersebut pada saat masuk di kelas satu tiga tahun lalu berjumlah 250 orang. Namun yang sampai bertahan hingga menyelesaikan pendidikan dan berhak mendapatkan ijazah hanya 114 orang tersebut.

“Salah satu factor banyaknya yang tidak bertahan, karena keterbatasan asrama dan ruang belajar. Mereka tidak tahan menjalani kondisi di pesantren. Akibat kekurangan ruang belajar, terpaksa pelaksanaan belajar 3 shif. Pagi, siang dan malam. Hingga kini, Pesantren Nurul Yaqin Ringan-Ringan masih kekurangan 14 lokal. Idealnya, ada 2 rusunawa lagi agar proses belajar mengajar ideal. Satu untuk putra, satu untuk putri. Saat ini baru tersedia satu rusunawa yang digunakan sebagai asrama putra,” kata Idaraussalam.

Khusus lulusan yang sudah menyandang gelar tuanku/tuanki, selanjutnya dipersilakan  memilih salah satu dari 3  pilihan. Pertama, melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi mana saja. Tidak hanya IAIN, UIN, tapi juga perguruan tinggi umum. Karena status lulusan santri pesantren sudah disamakan dengan sekolah umum, artinya berhak melanjutkan ke perguruan tinggi mana saja. Kedua, tetap tinggal di pesantren melanjutkan pendidikan tingkat Bustanul Muhaqiqin atau menjadi guru mengajar di sini. Ketiga, diminta mengajar di kampung, surau di kampung yang sudah disiapkan oleh orang kampungnya.

“Yang tidak boleh bagi lulusan Nurul Yaqin adalah berhenti belajar atau mengajar. Karena pendiri Pesantren Nurul Yaqin Ringan-Ringan Syekh H.Ali Imran Hasan (alm) berpesan kepada santrinya, kalau tidak mengajar, ya belajar,” tutur Idarussalam. (***/at) 

Tidak ada komentar

Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih

Diberdayakan oleh Blogger.