Penderita Gangguan Jiwa Tidak Boleh Dipasung atau Dikurung, Karena Bertentangan Dengan UU No 23 Tahun 1996


Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Padang Pariaman dr H Aspinuddin ketika meninjau penderita gangguan jiwa di Korong Sibarueh, Nagari Pilubang, Kecamatan Sungai Limau, Jumat (15/9/2017) lalu.

Sungai Limau,BANGUNPIAMAN.COM--Keberadaan penderita gangguan jiwa berat (skizofrenia) dalam keluarga atau di suatu pemukiman – tak bisa dipungkiri – memang mengganggu ketenangan dan kenyamanan, terlebih jika penderita mengidap gejala gila atraktif yang suka bertindak merusak. Namun, bukan berarti pihak keluarga atau masyarakat boleh memasung.

Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Padang Pariaman dr H Aspinuddin mengemukakan hal itu ketika meninjau penderita gangguan jiwa di Korong Sibarueh, Nagari Pilubang, Kecamatan Sungai Limau, Jumat (15/9/2017) lalu. Ia didampingi Kabid P2P dr Jasneli MARS, Kepala Puskesmas Sungai Limau Yusnelly Erza STr Keb dan beberapa petugas medis.

“Tindakan pemasungan atau mengurung penderita gangguan jiwa merupakan pelanggaran hak asasi manusia, bertentangan dengan UU Nomor 23 Tahun 1966 tentang Kesehatan Jiwa. Undang-undang itu menegaskan, penderita gangguan jiwa harus mendapatkan perawatan dan pengobatan,” ujarnya.

Dinkes Padang Pariaman, lanjutnya, sudah melakukan upaya maksimal dalam menyadarkan masyarakat agar tidak melakukan pemasungan terhadap anggota keluarga atau warga yang mereka anggap menderita gangguan jiwa berat.
“Untuk itu kami menyediakan obat-obatan di puskesmas yang dapat diperoleh masyarakat secara gratis,” katanya lagi.

Kepada keluarga Yeni Novita (37 tahun) di Sibarueh, dr Aspinuddin kembali mengingatkan hal itu. Ia meminta Fahmi, mamak dari Yeni, untuk mengambil obat di Puskesmas Sungai Limau dan meminumkan secara rutin. “Penderita gangguan jiwa berat memang tidak dapat disembuhkan secara total tetapi dapat dikendalikan dengan obat.”

Ia pun menyebutkan beberapa contoh beberapa contoh penderita gangguan jiwa berat yang tetap dapat beraktivitas secara normal, baik di Indonesia maupun di negara-negara lain. Bahkan ada di antara mereka yang menjadi presiden direktur perusahaan besar. Hal itu bisa terjadi karena kontrol obat mereka tidak terputus.

“Seorang sarjana yang menderita gangguan jiwa berat, kemampuan intelektualitasnya takkan anjlok seperti anak TK. Hanya hendaya penderita yang menurun. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian obat secara berkelanjutan,” katanya.

Ketika ditanya, Aspinuddin mengakui, di seluruh wilayah Kabupaten Padang Pariaman yang terdiri dari 17 kecamatan dengan 103 nagari masih terdapat 18 kasus pemasungan terhadap penderita gangguan jiwa. Ada yang dipasung dengan kayu dan rantai atau dikurung seperti yang dialami Yeni Novita.

“Namun, kami di jajaran Dinkes berkomitmen, akhir tahun 2017 ini sudah tidak ada lagi kasus pemasungan di Kabupaten Padang Pariaman. Hal ini sejalan dengan tekad Kementerian Kesehatan yang mencanangkan Indonesia bebas pemasungan penderita gangguan jiwa tahun 2019,” kata Aspinuddin. (BPC/001)

Tidak ada komentar

Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih

Diberdayakan oleh Blogger.