Wajah Baru dalam Catur Perpolitikan, (Kaum Mileneal )


 Oleh: Indra Gunawan
 Mahasiswa STAI- Sumbar


MESKI kisaran soal usia masih menjadi perdebatan, tak bisa dipungkiri bahwa milenial menjadi kelompok yang paling didekati saat ini.

Dalam panggung politik Indonesia, kita bisa melihat banyak tokoh beramai-ramai mengklaim dirinya paling milenial. 

Mulai dari gaya berpakaian, gaya bicara, hingga gaya bermedia sosial pun disesuaikan dengan selera milenial.

Banyak sekali pribahasa yang menceritakan tentang pemuda, mulai dari pemimpin-pemimpin yang berpengaruh di dunia bahkan bapak pendiri bangsa Indonesia Ir. Soekarno yang pernah mengatakan " beri 10 pemuda maka akan ku guncang dunia".

Di era baru ini pemuda dikenal atau di identikan dengan kata Milineal atau generasi Y dan istilah ini di usulkan oleh seseorang sosiologis bernama NeilHowe dan William Strauss dalam buku " Generations" pada tahun 1991.

Istilah generasi millennial memang sedang akrab terdengar. Istilah tersebut berasal dari millennials yang diciptakan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika, William Strauss dan NeilHowe dalam beberapa bukunya.

Millennialgeneration atau generasi Y juga akrab disebut generationme atau echoboomers. Secara harfiah memang tidak ada demografi khusus dalam menentukan kelompok generasi yang satu ini.
 
Pembicaraan mengenai generasi milenial di Indonesia kian hangat. Padahal kisaran usia milenial sendiri masih menjadi perdebatan. 

Menurut Majalah Newsweek, milenial adalah generasi yang lahir di kisaran tahun 1977-1994. PEW Research Center menyatakan lahir di atas tahun 1980. Sementara itu, Majalah TIME menilai milenial lahir pada tahun 1980 - 2000.

Namun, pada intinya terdapat karakter-karakter khusus dari kelompok-kelompok tersebut. Karakter khusus itu dipengaruhi oleh kemajuan teknologi yang memang dimulai sejak tahun 1980-an.

Globalisasi yang didorong oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi mempunyai implikasi pada berubahnya pola-pola hubungan sosial seluruh masyarakat di dunia.

Keterhubungan ini membuat generasi milenial menjadi lebih canggih dan modern, baik dalam segi fisik maupun dari segi nilai dan pemikiran.

Selain kemajuan teknologi, meluasnya demokrasi dan mulai runtuhnya komunisme membuat perbedaan besar antara milenial dengan generasi sebelumnya. 

Demokrasi berarti masyarakat makin mempunyai nilai keterbukaan dan kesetaraan. Ini berbeda dengan generasi X yang hidup pada era perubahan, di mana terjadi lonjakan pemikiran kritis.

Era yang demokratis mungkin merupakan kelanjutan dari periode kritis. 

Namun pada saat yang sama juga menimbulkan adanya suatu independensi yang lebih individualistis, di mana milenial mempunyai nilai kemandirian dan keunikan tersendiri.

Posisi generasi milenial sangat diperhitungkan pada tahun politik sekarang ini. 

Mereka adalah bagian dari penentu kemajuan dan keberhasilan demokrasi, baik di tingkat daerah maupun nasional.
Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), jumlah pemilih milenial mencapai 70 juta--80 juta jiwa dari 193 juta pemilih.

Artinya, sekitar 35--40 persen memiliki pengaruh besar terhadap hasil pemilu dan menentukan siapa pemimpin pada masa mendatang.

Salah satu hal penting yang kerap terjadi pada pelaksanaan Pilkada 9 Desember 2020 ini adalah soal perebutan kekuasaan yang bisa melahirkan persaudaraan atau bahkan bisa menimbulkan permusuhan. Keduanya mudah sekali terjadi.

Dalam demokrasi, ada yang namanya kawan dan lawan politik dan ini juga berlaku untuk para pendukung setiap calon.

Sekalipun, dalam politik tidak ada baik kawan maupun musuh abadi, semua hal tadi bisa terjadi, tergantung permainan waktu dan kepentingan. 

Banyak politisi yang semula lawan menjadi kawan politik begitu juga sebaliknya.

Dalam hal ini, partisipasi politik generasi milenial tentu sangat substansial karena dari persentase jumlah pemilih, generasi milenial menyumbang suara cukup banyak dalam keberlangsungan Pilkada 2020 ini.

Kepentingan elit politik yang secara langsung terlibat dalam penyelenggaraan aktivitas politik, lebih mementingkan kepentingan golongan dan terkesan menghambat keterlibatan pemuda/ mileneal dengan ideologi yang dibawa.

Realita tersebut cukup menghambat bagi kaum pemuda untuk menembus tirani yang telah terbangun oleh kepentingan oknum elit politik yang telah lebih dahulu menguasai aktivitas politik secara menyeluruh.

Butuh yang baru, butuh yang muda, butuh yang mengerti semua kalangan.

Dengan peran generasi milenial sebagai pemilih yang memiliki sumbangsih terhadap suara hasil pemilihan yang cukup besar, maka posisi generasi milenial menjadi sangat strategis.

Dari uraian diatas, generasi ini memiliki caranya sendiri mengekspresikan politik dan kepedulian sosial dalam bermasyarakat dan bernegara. Semakin tinggi kesadaran partisipatif politik akan menghasilkan kebijakan publik yang reponsif.

Diakui, walaupun ada sebagian dalam generasi ini yang masih bertindak destruktif, tetapi bukan nilai itu yang ingin kita apresiasi dan tularkan.

Kedepan kiprah generasi ini akan mempengaruhi berbagai lini, termasuk akan menciptakan budaya politik baru dan kepemimpinan masa depan.

Tulisan ini berusaha mengisi kekosongan ulasan tentang sikap dan pandangan politik para Millennials, walaupun belum disajikan secara komprehensif tetapi sangat terbuka untuk dapat didiskusikan lebih lanjut.(***)




Tidak ada komentar

Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih

Diberdayakan oleh Blogger.