Pemilihan Wali Nagari, dan Pemilih Cerdas Dalam Kontestasi Demokrasi

 

Oleh : Bima Putra/ Ketua Karang Taruna Nagari Kapalo Koto Saiyo periode 2018-2019


Nagari adalah salah satu bagian kecil dari tatanan pemerintahan di negara republik ini. nagari wilayah setingkat desa dan bawah kecamatan di Sumatera Barat, sehingga hampir semua proses dalam kehidupan bermasyarakat tidak bisa dilepaskan dari kecamatan dan interaksi sosial yang ada di nagari.  

Nagari merupakan sebuah pondasi berbangsa dan bernegara dengan tujuan dan harapan agar tatanan sosial dapat menciptakan kondisi yang adil bagi seluruh lapisan elemen masyarakat Indonesia.

Hampir di semua aspek kehidupan, termasuk dalam pesta demokrasi tertinggi yang ada di nagari yaitu pemilihan walinagari.

Sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 bahwa kepala desa dipilih oleh masyarakat melalui pemilihan langsung dan memiliki perangkat desa sebagai bagian dari alat pemerintah desa dalam mengatur masyarakatnya.

Hadirnya walinagari dan perangkatnya sudah sesuai dengan tatanan demokrasi, dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Sehingga dalam proses pemilihan walinagari tidak boleh melanggar aturan yang telah ditetapkan berdasarkan mekanisme yang ditentukan.

Semua komponen dan prosedur penyelenggaraan pemilihan telah diatur oleh negara sebagaimana mestinya, seperti Panitia Pemilihan Walinagari (Panitia Pilwana). Panitia Pilwana harus netral dan bersih dari intimidasi dari kalangan, atau kelompok manapun. 

Mulai dari tingkat pusat hingga daerah bertujuan untuk menciptakan proses demokrasi yang adil, jujur dan transparan, sehingga walinagari yang terpilih benar-benar dapat hadir di tengah masyarakat sebagai power society dalam membangun dan menata kehidupan masyarakatnya.

Mengenai pemilihan walinagari mestinya pada tahun 2024 sudah mulai sosialisasi tahapan Pilwana kepada masyarakat, karena ada beberapa walinagari yang sudah habis masa jabatannya di bulan Mei. 

Namun di tahun 2024 juga akan dilaksanakan Pemilu dan Pilkada. Meskipun begitu tidak menjadi persoalan karena regulasi dan aturannya sudah diatur. 

Selanjutnya, walinagari yang terpilih dengan cara yang tidak demokratis, tentu akan melahirkan kebijakan yang abstrak, kurang tegas, tidak inovatif dan tidak kreatif dalam memimpin masyarakatnya.

Jika walinagari dapat memimpin dengan baik dalam proses kepemimpinannya bisa dipastikan bahwa proses pemilihan yang dilewati benar-benar lepas dari kepentingan luar. Sehingga bisa lahir dan terpilih sesuai dengan kehendak masyarakat nagari.

Sebagai masyarakat nagari yang mengharapkan perubahan dari kepemimpinan walinagari, harus ikut aktif dalam pesta demokrasi yang ada di nagari.

Jika semua perangkat dan instrument bekerja dengan baik dalam proses demokrasi, tentunya masyarakat di nagari dapat tenang dan cermat dalam menentukan pilihannya, dan yang tak kalah pentingnya adalah keterlibatan TNI dan Polri dalam menciptakan situasi yang kondusif dan aman.

Tidak hanya serta merta menikmati euforia kontestasi demokrasi mengingat kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah begitu besar dengan anggaran yang ada, sehingga sangat berpeluang untuk disalah gunakan, jika masyarakatnya apatis dan tidak mengambil bagian dalam proses pembangunan.

Masyarakat harus cerdas menolak segala macam cara oknum yang mau mencederai proses demokrasi dengan melakukan kampanya hitam (black campaign) yang mau merusak tatanan silaturahmi dan ketentraman sosial di nagari, antar tetangga dan keluarga saling membenci (hate speech) hanya karena persoalan beda pilihan.

Masyarakat harus rasional dalam menentukan pilihan. Seorang walinagari yang benar-benar punya ide gagasan dan jejak karir (track record) yang baik serta kepiawaiannya dalam bermasyarakat, termasuk dalam hal materi.

Dengan harapan bahwa pemerintah setempat benar-benar dapat memposisikan dirinya dengan baik agar proses demokrasi berjalan dengan lancar.

Tidak ada komentar

Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih

Diberdayakan oleh Blogger.