Tren Lari : Antara Gaya Hidup Sehat, Komunitas, dan Pencitraan Sosial

0
Aktivitas lari kini menjadi trend bagi kawula muda. Foto by google imaga


Tren olahraga lari di Indonesia semakin populer dan menjadi gaya hidup. 

-------------

Oleh : Nada Nabilah Nazer, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Andalas



Dalam beberapa tahun terakhir, aktivitas lari kembali naik daun dan berubah menjadi gaya hidup baru, khususnya di kalangan  milenial dan Gen Z. Dulu, lari identik dengan olahraga murah meriah cukup sepatu dan lintasan. 


Namun sekarang, lari telah berevolusi menjadi tren yang punya ekosistem sendiri: event marathon bergengsi, komunitas lari, perlengkapan canggih, sampai konten media sosial yang menarik. 


Bisa kita lihat, hampir di setiap kota besar sekarang punya komunitas lari mulai dari Indo Runners, Nike Run Club, hingga komunitas lokal seperti Runhood di Jakarta atau Bandung Running Crew. 


Komunitas-komunitas ini rutin mengadakan lari bersama, entah di car free day, taman kota, atau jalur khusus lari. 


Bagi banyak orang, inilah motivasi baru, dimana lari bukan lagi sekedar olahraga membosankan yang dilakukan sendirian, melainkan  menjadi ruang untuk jejaring, membangun pertemanan, hingga merayakan kebugaran bersama.


Tren event lari juga semakin masif. Data dari Runhood menunjukkan bahwa  minat peserta event lari di Indonesia tumbuh signifikan pasca pandemi. Setiap tahunnya, ribuan orang antre mendaftar berbagai lomba dari 5K, 10K, half marathon, hingga full marathon. 


Bukan hanya di Jakarta, kota-kota seperti Bali, Yogyakarta, bahkan Labuan Bajo pun kini punya gelaran lari yang sekaligus jadi magnet pariwisata.


Di kota Padang tren lari ini juga semakin popular dengan rute jogging yang tidak kalah menarik. Beberapa lokasi favorit warga padang untuk berlari termasuk Pantai Padang, Gunung Padang, hingga acara Car Free Day. 


Komunitas lari juga aktif di kota Padang dan mengadakan acara lari Bersama untuk mendorong gaya hidup sehat. Salah satu event lari yang diadakan baru-baru ini ialah BOM Run 2025 yang diadakan di Pantai Padang yang juga memiliki daya tarik tersendiri dan menarik banyak peserta. 


Namun, di balik euforia ini, kita juga tak bisa menutup mata pada sisi lain tren lari yang menjadi pencitraan sosial. Seiring berkembangnya media sosial, berlari kerap tak lepas dari citra yang dibangun di Instagram, Strava, hingga TikTok. 


Outfit lari harus keren, sepatu edisi terbatas jadi incaran, smartwatch terbaru jadi simbol runner profesional. Banyak orang memburu medali finisher dan race eksotis di luar kota, tapi motivasi sehatnya terkadang sekadar formalitas demi konten.


Bagi saya pribadi, tak ada yang salah selama motivasi tersebut membawa orang untuk bergerak. Namun akan lebih baik jika semangat lari ini tak berhenti di show off, tapi benar-benar menjadi kebiasaan. Lari seharusnya mengingatkan kita bahwa tubuh perlu dirawat, jantung harus dipacu sehat, dan pikiran butuh ruang bernapas.


Tren lari membuktikan satu hal yaitu di era digital, olahraga bisa relevan kembali dengan cara yang modern. Munculnya komunitas, event, hingga teknologi pendukung seharusnya menjembatani orang-orang yang ingin memulai hidup sehat dengan cara yang lebih menyenangkan. 


Kalau dulu lari hanya soal jarak dan waktu tempuh, sekarang lari juga soal kebersamaan, prestasi diri, dan bagaimana kita menemukan versi diri yang lebih baik.


Mari kita  berlari entah demi kebugaran, mencari teman baru, atau sekadar medali cantik untuk dipajang. Yang penting, jangan lupa: tujuan akhir lari bukan finish line di event 10K, tapi stamina dan kesehatan yang bertahan sepanjang usia. 


Dengan semangat ini, kita dapat menjadikan lari sebagai bagian dari gaya hidup sehat yang berkelanjutan dan bukan hanya sekedar tren sesaat. (**/)

Tags

Posting Komentar

0Komentar

Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih

Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top