![]() |
Bupati JKA menaburkan bunga di makam korban gempa |
PATAMUAN – Hening sejenak menyelimuti Tugu Gempa Lubuak Laweh, Nagari Tandikek Utara, Selasa (30/9/2025) pagi. Di tempat yang dulu pernah luluh lantak akibat gempa besar 30 September 2009, ratusan orang berdiri khidmat mengenang para korban sekaligus mengikrarkan tekad: menjadikan kesiapsiagaan sebagai budaya bersama.
Bupati Padang Pariaman, John Kenedy Azis, memimpin Apel Siaga Bencana dengan suara tegas namun bergetar ketika menyinggung luka masa lalu. “Kita hadir bukan membuka luka lama, tetapi mengambil pelajaran berharga tentang ketabahan dan kebersamaan,” ucapnya.
Lubuak Laweh bukan sekadar lokasi apel, tetapi simbol ingatan kolektif. Kampung ini menjadi saksi bisu betapa dahsyatnya guncangan 7,6 SR yang merobohkan dan menimbun rumah, sekolah dan masjid, merenggut ratusan nyawa, dan meninggalkan duka mendalam. Banyak keluarga di Padang Pariaman kehilangan tempat tinggal, bahkan sanak saudara.
Namun dari reruntuhan itu pula lahir semangat untuk bangkit. Bupati JKA mengingatkan bahwa Padang Pariaman berada di jalur cincin api. Ancaman gempa, banjir, longsor, hingga abrasi bukan hal asing. Karena itu, kata dia, kewaspadaan harus melekat dalam keseharian.
“Kesiapsiagaan bukan hanya urusan pemerintah atau BPBD, tapi juga keluarga, nagari, hingga individu. Jika sikap ini jadi kebiasaan, kita akan lebih kuat, sigap, dan selamat ketika bencana datang,” pesannya.
Apresiasi juga ia berikan kepada pihak swasta, seperti Angkasa Pura yang menyerahkan 100 bibit patai dan sukun untuk ditanam. Pohon-pohon itu bukan sekadar peneduh, melainkan simbol kehidupan baru dan harapan masa depan.
![]() |
Foto bersama usai kegiatan |
Apel siaga ini diikuti berbagai elemen: Forkopimda, TNI/Polri, OPD, relawan, dunia usaha, pelajar, mahasiswa, tokoh masyarakat, hingga organisasi perempuan.
Kepala BPBD Padang Pariaman, Emri Nurman, menegaskan kegiatan ini bukan sekadar seremonial, melainkan upaya memperkuat koordinasi, menumbuhkan kepedulian, serta menjaga ingatan bersama akan pentingnya kesiapsiagaan.
Suasana apel makin haru ketika sebagian warga yang pernah menjadi korban hadir di lokasi.
Rangkaian kegiatan mulai dari apel bersama, kilas balik gempa 2009, penandatanganan ikrar penanggulangan bencana, hingga tabur bunga di makam korban berlangsung penuh haru.
Momen ditutup dengan penanaman pohon—sebuah tanda kecil, namun penuh makna, bahwa kehidupan harus terus berjalan.
Enam belas tahun berlalu sejak guncangan itu, 30 September kini tidak lagi sekadar hari duka. Ia telah menjelma menjadi momentum kebersamaan, refleksi, sekaligus komitmen bersama membangun Padang Pariaman yang lebih tangguh menghadapi bencana. (**/)
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih