Ketua LKAAM Sumbar Prihatin Bahasa Minang Tak Banyak Ditemukan Lagi di Keluarga Minang

1
Ketua LKAAM Sumbar Dr.Fauzi Bahar, M.Si  Dt.Nan Putiah


PADANG,- Bahasa dan budaya Minang haruslah diajarkan sejak  dini kepada anak-anak dan remaja orang Minang. Jika tidak diajarkan, bahasa Minang bakal menunggu hilang dari penuturnya yang orang Minang sendiri.


Demikian terungkap pada diskusi buku berjudul “Palajaran Muatan Lokal Kaminangkabauan” karya Fredrik Tirtosuryo Esoputro, S. Pd., M. Sn., Sutan Mantari, Kamis (20/11/2025), kemarin melalui zoom meeting. 


Diskusi yang dibuka Ketua DPD SatuPena Sumatera Barat Sastri Bakry menampilkan pembicara Ketua LKAAM Sumbar Dr. Fauzi Bahar, M.Si., Datuk Nan Putiah , Peneliti Madya  Badan Riset  dan Inovasi  Nasional (BRIN) Dra. Zusneli Zubir,.M.Hum.,  Guru BAM dan Dosen BAM Fauriza, S.Pd. dan  Guru BAM di Kota Pariaman Devina Heriyanti, S.Pd., GSD.


Sastri Bakry mengatakan, saat diberi buku  Palajaran Muatan Lokal Kaminangkabauan oleh Fredrik, setelah dibaca ternyata menarik. Sehingga SatuPena Sumbar menyelenggarakan diskusi buku ini. 


Buku ditulis dalam bahasa Minang yang jarang ditemui sekarang. Kita berharap buku ini menjadi inspirasi untuk mendorong upaya-upaya melestarikan bahasa dan budaya Minangkabau.


“SatuPena Sumatera Barat rutin melakukan diskusi buku, peluncuran buku dan menerbitkan buku anggotanya untuk mendorong semangat menulis dan melestarikan nilai-nilai pemikiran dari anggotanya,” kata Sastri Bakry, penerima penghargaan 40 Tahun Berkarya Sastra dari Badan Bahasa Indonesia ini. 


Fauzi Bahar menyampaikan apresiasi dengan diskusi buku bertemakan pelajaran muatan lokal Kaminangkabauan. 


"Kita menyadari betapa pentingnya pelajaran Kaminangkabauan ini bagi anak-anak dan remaja di Sumatera Barat dan di rantau bagi orang Minang. 


Saat ini sudah banyak kata-kata Minang yang hilang dari kehidupan keseharian. Bagaimana 20 tahun ke depan, sudah pasti semakin banyak kata-kata bahasa Minang hilang yang tidak lagi dipahami generasi muda Minang,” kata Fauzi prihatin.


Fauzi menilai, langkah  Fredrik Tirtosuryo Esoputro menulis buku ini bagus untuk tetap melestarikan bahasa Minang. 


“Ada dua cara melestarikan bahasa Minang. Pertama lembaga pendidikan, sekolah, melalui kurikulum muatan lokal dan juga lewat lomba berbahasa Minang. Ini akan memaksa anak-anak untuk belajar bahasa dan budaya Minang. Kedua, rumah tangga yang selalu menggunakan bahasa Minang sebagai bahasa ibu dalam berkomunikasi di rumahnya. Jangan di rumah tangga sudah berbahasa Indonesia, sehingga anak-anak akan merasa asing dengan kata-kata berbahasa Minang,” kata Fauzi.


Pembicara lain zusneli zubir dan Fauriza selain memuji buku tersebut juga mengkritisi beberapa bagian yang perlu ditambah seperti soal pakaian dan nama- nama obat- obatan yang sudah langka diketahui anak- anak sekarang. 


Perantau Minang di Yogyakarta Dr. Iramady Irdja pada sesi tanya jawab menceritakan bagaimana  menanamkan bahasa Minang kepada anak cucunya yang tinggal di rantau, dikelilingi masyarakat berbahasa Sunda. Selama 28 tahun di rantau, tapi anak dan cucunya tetap paham bahasa Minang. Bahkan isterinya yang  tidak dibesarkan di Minang, tetap paham dan mampu berbahasa Minang.


“Saya selalu memutar lagu-lagi Minang dalam perjalanan di mobil bersama keluarga, menceritakan kisah dan legenda Minang kepada anak cucu. Sehingga mereka mengetahui kata-kata Minang. Pulang ke Sumatera Barat, saya perkenalkan berbagai hal di sepanjang perjalanan dengan bahasa Minang. Namun, anehnya banyak juga yang ditemui di Sumatera Barat tidak lagi paham kata-kata Minangnya,” kata Iramady pensiun Bank Indonesia yang juga penulis ini.  


Iramady berkesimpulan, untuk melestarikan bahasa dan budaya Minang harus dilakukan pemerintah daerah secara sistematis melalui kebijakan di sekolah dan orang tua di rumah tangga mencanangkan pemakaian bahasa ibu, yakni bahasa Minang.


Pembicara Devina Heriyanti, menyebutkan, dalam buku yang ditulis Fredrik ada aksara Minangkabau. Namun aksara itu tidak banyak dikenal karena kemudian muncul aksara Arab Melayu. Aksara Arab Melayu setelah Islam masuk ke Minangkabau yang banyak digunakan orang Minang dulunya. Namun kini aksara itu nyaris juga sudah mulai hilang karena tidak pernah diajarkan lagi. 


Zoom meeting yang dimoderatori Sekretaris DPD SatuPena Sumatera Barat Armaidi Tanjung berjalan lancar. Tokoh-tokoh yang hadir betul-betul berkualitas memberi pemikiran. Tampak juga hadir dari Australia, Yogyakarta, Jawa Barat dan pencinta budaya Minangkabau Sumatera Barat.( rel)

Posting Komentar

1Komentar

Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih

  1. Karena di sekolah memakai bahasa persatuan sebagai bahasa pengantar......

    BalasHapus
Posting Komentar

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top