Menanggapi " Hasil Sensus Penduduk 2020", Modal Penting Indonesia Maju

 

PENULIS : Filka Khairu Pratama.S.Sos ASN Perwakilan BKKBN Sumatera Barat

IMPIAN Indonesia Maju sudah menjadi bagian visi dari pemerintah Indonesia. Terlebih, sejak masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, memberi nama susunan kabinet mereka yaitu "Kabinet Indonesia Maju".


Niat ini juga diterjemahkan melalui cara untuk menggapai Indonesia Maju, sewaktu pidato presiden di Sentul Internasional Convention Center pada 14 Juli 2019 lalu diantaranya : pembangunan infrastruktur dilanjutkan, prioritas pembangunan SDM sejak dalam kandungan, permudah investasi untuk lapangan kerja, dan reformasi birokrasi. 


Visi Indonesia Maju presiden sesungguhnya menyimpan pesan, bahwa kualitas sumberdaya manusia penduduk Indonesia harus terus ditingkatkan. 


Berbicara mengenai penduduk, adalah sebuah hal seksi untuk dibahas serta didiskusikan. Secara sosiologis, penduduk diartikan sebagai kumpulan individu-individu yang menempati wilayah maupun ruang lingkup tertentu.


Pada era modern kekinian saat ini, pembangunan yang diapresiasi sejumlah kalangan adalah pembangunan yang diorientasikan untuk kepentingan penduduk. Orang-orang biasa menyebutnya sebagai pembangunan berwawasan kependudukan. 


Prijono Tjiptoherijanto melalui laman www.bappenas.go.id menggambarkan, secara sederhana pembangunan berwawasan kependudukan mengandung dua makna sekaligus yakni, pertama, makna pembangunan berwawasan kependudukan adalah pembangunan yang diorientasikan sesuai dengan potensi dan kondisi penduduk yang ada.


Penduduk mesti dijadikan titik sentral dalam proses pembangunan. Penduduk harus dijadikan subyek dan obyek dalam setiap kegiatan pembangunan. Dengan kata lain, pembangunan yang dilakukan adalah oleh penduduk dan untuk penduduk. 


Makna kedua dari pembangunan berwawasan kependudukan adalah pembangunan sumberdaya manusia. Pada dimensi ini, pembangunan yang dilakukan lebih menekankan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia dibandingkan dengan pembangunan infastruktur semata.


Hal ini bertujuan, agar pembangunan yang dilakukan pemerintah tepat sasaran, maka telah ditunjuk instansi yang independen dalam mengolah sekaligus menyajikan data kependudukan yang diperoleh melalui kegiatan sensus penduduk.


Baru-baru ini, Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengeluarkan rilis data Hasil Sensus Penduduk (SP 2020) pada 21 Januari 2021 lalu. Sensus penduduk merupakan keseluruhan dari proses pencatatan total data demografis dari suatu negara, untuk seluruh penduduk dalam satu periode waktu tertentu.


Sensus penduduk sejak Indonesia merdeka sudah tujuh kali dilaksanakan, mulai tahun 1961, 1971, 1980, 1990, 2000, 2010, dan 2020. Untuk pertama kalinya dalam sejarah sensus penduduk di Indonesia, SP 2020 menggunakan metode kombinasi yaitu dengan memanfaatkan data 


Administrasi Kependudukan (Adminduk) dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai data dasar pelaksanaan SP 2020. 

Secara khusus, tujuan SP 2020 yaitu menyediakan data jumlah, komposisi, distribusi, dan karakteristik penduduk Indonesia. Berdasarkan data hasil SP 2020, menginformasikan bahwa jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 270,20 juta jiwa.


Penduduk usia produktif (15-64 tahun) berjumlah 70,72 persen, dengan artian Indonesia sudah dalam masa bonus demografi. Kalau dilihat dari persebaran penduduk, Pulau Jawa masih memegang rekor penduduk terpadat dengan 151, 59 juta atau 56, 10 %.


Selanjutnya persebaran kepadatan penduduk diikuti Pulau Sumatera dengan kepadatan penduduk sebanyak 21,68%, Sulawesi dengan 7, 36%, Kalimantan dengan 6,15%, Papua dengan 3,17%.


Kalau dlihat dari jumlah penduduk lansia (diatas 64 tahun), saat ini sudah mencapai 9,78% atau 26, 406 juta jiwa.


Menyikapi hasil SP 2020 diatas, beberapa hal yang mesti diperhatikan pemerintah pusat hingga daerah saat ini, guna mewujudkan Indonesia Maju, seperti : Pertama, Semua program yang berorientasikan pembangunan sumberdaya manusia harus giat ditingkatkan. 


Bagaimana tidak, berdasarkan hasil SP 2020 diatas, Indonesia kita sudah memasuki era bonus demografi. United Nation Development Programme (UNDP) menginformasikan bahwa, tahun 2020 Indonesia menduduki peringkat ke 107 dari 189 negara, dengan IPM pada posisi 71,94 .


Sedangkan dikawasan Asean, Indonesia diposisi 5 dibawah Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand. Indikator penilaian UNDP ini dengan mempertimbangkan sektor usia harapan hidup Indonesia yang mencapai 71,7 tahun, harapan lama sekolah yang mencapai 13,6 tahun. 


Dalam sektor ekonomi, tahun 2020 pengeluaran per kapita masyarakat RI berada di Rp 11 juta, sedangkan di tahun lalu mencapai Rp 11,29 juta. Resesi ekonomi akibat pandemi Covid-19 menyebabkan pendapatan masyarakat Indonesia mengalami penurunan. 


Khusus Sumatera Barat, posisi IPM - nya berada diperingkat 9 secara nasional dengan 72,38. Peringkat kita lebih baik dari Jawa Barat diperingkat 10 dengan 72,09 dan Aceh diperingkat 11 dengan 71,99. 


Posisi 1 secara nasional masih dipegang DKI Jakarta dengan 80,77, diikuti Provinsi DIY Yogyakarta dengan 79,97 dan peringkat 3 oleh Provinsi Kalimantan Timur dengan 76,24.


Berdasarkan informasi diatas, setidaknya sudah bisa dipetakan, secara kualitas sumberdaya manusia, Indonesia masih berada pada posisi yang belum terlalu membanggakan untuk bisa bersaing.


Untuk itu, pemerintah perlu membuat regulasi agar mempermudah semua rakyat bisa menikmati pendidikan tinggi, pelayanan kesehatan yang murah dan mudah serta mempermudah izin usaha bagi anak negeri.


Pemerintah perlu fokus dalam upaya meningkatkan sumberdaya manusia, mulai dari sisi hulu, yaitu bagaimana menjadi calon orang tua yang berkualitas. 


Program pendewasaan usia perkawinan, laki-laki disarankan menikah diatas 25 tahun, perempuan diatas 21 tahun, dan mengecam semua tindakan pernikahan dibawah umur yang akan menciptakan potensi keluarga yang rentan nantinya. 


Rentan melahirkan anak stunting, rentan terhadap kekerasan dalam keluarga, rentan terhadap perceraian dan rentan terhadap kemiskinan.

Sesungguhnya sejak lama Program Keluarga Berencana dari BKKBN telah hadir bukan melulu soal KB dan pengaturan jumlah anak semata. Program keluarga berencana saat ini telah didesain untuk kalangan millenial.

Mengedepankan nilai 8 fungsi keluarga (agama, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, pendidikan, ekonomi dan lingkungan). Program KB dengan tagline "Berencana Itu Keren", dinilai cocok dengan para generasi muda dalam membantu merencanakan setiap fase kehidupan.


Paham dengan merencanakan pendidikan, pekerjaan, pernikahan dan paham dengan pola asuh menjadi orang tua hebat, dinilai mampu membantu pemerintah mewujudkan Indonesia Hebat dan Indonesia Maju.


Kedua, program penyiapan menjadi lansia sehat dan mandiri hendaknya harus lebih diperhatikan. Saat ini jumlah lansia telah naik menjadi 9,78% atau 26, 406 juta jiwa atau meningkat dari posisi 7,59% pada SP 2010 lalu.


Seperti yang dituliskan dalam Buku Bunga Rampai Sosiologi Keluarga dalam (Sudiro,1982), ketika seseorang memasuki era usia lanjut, diiringi anak-anak mereka telah membentuk keluarga sendiri, maka sesungguhnya secara kodrat lepaslah tanggung jawab pada mereka dan lansia pun kembali bebas merdeka seperti yang dirasakan saat mula pernikahannya. Kewajiban mengasuh, membiayai, sekaligus mendidik anak-anak tidak lagi dilakukan. 


Ibarat dua sisi mata uang, pada saat kondisi demikian, maka sesungguhnya lansia telah berada pada kondisi kemunduran fisik biologis dan psikologis, serta anak-anak yang hidup tidak bersama mereka lagi.


Sehingga ada kemungkinan lansia dihadapkan pada perasaan takut yang mencekam disebabkan : tidak cantik / ganteng lagi, berkurangnya fungsi telinga dan mata, tidak dapat bergerak cepat lagi, cepat merasa lelah, rambut menipis dan putih, mudah kena penyakit, kecepatan berpikir berkurang serta menurut psikiater merupakan karikatur dari sifatnya sewaktu anak-anak. 


Menjadi lansia adalah sebuah kepastian. Seorang akan lebih dibormati dimasa tuanya bila sewaktu muda, dan memegang jabatan, sedang berkuasa bisa bersikap baik, dan ramah kepada semua orang.


Lingkungan pasti lebih senang dengan sosok lansia yang demikian. Pada suatu sisi, ketika lansia telah kehilangan pekerjaan, menderita post power syndrome (minimnya kepercayaan diri akibat hilangnya kekuasaan maupun jabatan), maka saat itulah perlahan mulai berkurangnya peranan dalam keluarga dan masyarakat.


Pergantian hari membuat lansia lupa usianya terus bertambah, namun sering tidak sadar bahwa lansia telah memasuki kehidupan dengan daya tahan fisik dan fungsinya menurun. Untuk itu, rasanya pemerintah perlu membuat regulasi agar para lansia tidak terlantar dan bisa sehat serta mandiri.


Gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak menelantarkan para lansia, merumuskan perda peduli lansia, menyediakan kegiatan rutin seperti senam lansia, olahraga lansia serta acara keagamaan.


Ketiga, melakukan pembangunan secara merata, agar mengurangi kepadatan penduduk di Pulau Jawa dan daerah perkotaan lainnya. Program transmigrasi tampaknya masih perlu dilanjutkan.


Pulau Jawa memiliki luas lebih kurang hanya 7 persen dari total luas Indonesia. Artinya, dengan populasi penduduk yang sudah sangat padat, pemerintah pusat rasanya sudah perlu memikirkan pemerataan pembangunan didaerah-daerah, agar penumpukan penduduk tidak lagi terjadi di Pulau Jawa.


Hal ini juga untuk mendukung program nawacita pemerintah, membangun Indonesia dari pinggiran.


SP 2020 telah usai dilaksanakan. Tentunya, dari hasil data yang dirilis oleh BPS mengenai SP 2020, bisa segera menjadi acuan dan rekomendasi bagi pemerintah pusat maupun daerah, dalam mengembangkan potensi daerahnya.


Hal yang diharapkan adalah, sesuai visi pemerintah, pembangunan sumberdaya manusia bisa sejalan beriringan dengan pembangunan infrastruktur yang tetap ramah lingkungan, semoga.

Tidak ada komentar

Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih

Diberdayakan oleh Blogger.