Adat Minangkabau


Bagai Awal pamulai kato, sipatan rundiang pandahuluan, salam taunjuak kapambaco, kaganti bajawek tangan. Sumatera Barat ( Minangkabau ) salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki budaya adat istiadat, tata Krama pergaulan, bahasa, kesenian tradisional dan keragaman busana adat yang diwariskan secara turun temurun. Semuanya merupakan ciri khas yang memperindah dan memperkaya nilai-nilai kehidupan yang perlu dilestarikan dan dipertahankan oleh semua pihak yang cinta akan Minangkabau. 

Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah merupakan kerangka filosofis yang bersifat universal, yang memakai eksistensi insan sebagai Khalifatullah dan menjadi identitas kultural Minangkabau. Menyadari adanya pergeseran pemahaman terhadap sistem nilai dan pola perilaku, maka Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah perlu mendapat ruang penghayatan dan pengamalan yang menyeluruh dalam kehidupan masyarakat Minangkabau sebagai ikhtiar menguatkan semangat kebangsaan dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah pada awalnya merupakan pemaknaan nenek moyang orang Minangkabau terhadap alam yang diungkapkan dalam falsafah "Alam Takambang jadi Guru", yang kemudian berakulturasi secara dinamis dengan ajaran agama Islam dan ilmu pengetahuan, sehingga menjadi persenyawaan yang tak terpisahkan demi kebangkitan insan Minangkabau.

dat Minangkabau adalah peraturan dan undang-undang atau hukum adat yang berlaku dalam kehidupan sosial masyarakat Minangkabau, terutama yang bertempat tinggal di Ranah Minang atau Sumatra Barat. Dalam batas tertentu, Adat Minangkabau juga dipakai dan berlaku bagi masyarakat Minang yang berada di perantauan di luar wilayah Minangkabau. 

Adat adalah landasan bagi kekuasaan para Rajo atau Penghulu (pemimpin masyarakat adat), dan dipakai dalam menjalankan kepemimpinan masyarakat adat sehari-hari. Semua peraturan hukum dan perundang-undangan disebut Adat, dan landasannya adalah tradisi yang diwarisi secara turun-temurun serta syariat Islam yang sudah dianut oleh masyarakat Minangkabau. 

Aturan adat dibangun berlandaskan pada tiga ketetapan utama adat Minangkabau. Dua ketetapan pertama ditetapkan oleh Dt. Perpatih Nan Sabatang dan Dt. Ketumanggungan, Yaitu: Pertama: Ulayat Adat Milik Bersama. artinya tidak ada kepemilikan individu terhadap ulayat adat Minangkabau. 

Untuk pengaturan pemanfaatannya ditetapkan Niniek mamak sebagai pembuat kebijakan. Kedua: Penurunan Ulayat Adat Pada Perempuan Garis Ibu. Kaum perempuan diamanahkan sebagai pemegang ulayat adat dan diturunkan kepada anak perempuannya sebagai pemegang estafet ulayat adat. Perempuan pemegang ulayat adat tersebut dikenal dengan istilah Bundo kanduang. 

Ketetapan ketiga Masyarakat Adat Minangkabau ditetapkan di puncak Pato Bukik Marapalam. Kesepakatan pemimpin adat dengan pemimpin agama islam, kaum ulama menyepakati penambahan satu ketapan adat untuk melengkapi dua ketatapan adat yang sudah ada sebelumnya. Ketiga: Islam Agama Masyarakat Adat Minangkabau. Akibat ketetapan ketiga tersebut di masyarakat adat lahir satu lagi kutup kepemimpinan masyarakat yang bertugas menjaga dan membimbing masyarakat dalam segi agama islam yaitu Alim ulama. Tiga ketetapan adat tersebut dikenal dengan "Tali Tigo Sapilin" adat Minangkabau, yang mengikat masyarakat adat sebagai satu kesatuan masyarakat adat Minangkabau. 

Semenjak zaman Pariangan, ada tiga sistem adat yang dianut oleh suku Minangkabau yaitu : Sistem Kelarasan Koto Piliang, Sistem Kelarasan Bodi Chaniago, Sistem Kelarasan Panjang. Dalam pola pewarisan Sako (kepemimpinan Adat) dan Pusako (Ulayat Adat), suku Minang menganut pola matrilineal sebagai akibat dari Ketetapan adat yang kedua ( Penurunan Ulayat Adat pada Perempuan garis ibu). Setiap anak-anak yang lahir dari perempuan pemegang ulayat adat suku adalah satu suku atau satu marga. Mereka lah yang memiliki hak untuk memanfaatkan harta bersama milik Suku. Harta Milik bersama tersebut disebut "harta pusaka tinggi" harta yang tidak boleh di bagi, dijual tetapi boleh dimanfaatkan. Harta tersebut menjadi harta abadi milik Suku atau Kaum yang berfungsi sebagai "social saftynet" anggota komunitas suku/kaum. Semenatar harta yang di peroleh oleh individu/keluarga disebut "harta pusaka rendah". Harta pusaka rendah di wariskan menurut hukum islam. 

Berbicara mengenai Sistem kelarasan Koto Piliang, Sistem adat ini merupakan gagasan adat yang digariskan oleh Datuk Ketumanggungan. Ciri yang menonjol dari adat Koto Piliang adalah otokrasi atau kepemimpinan menurut garis keturunan yang sudah ditetapkan seperti penurunan rajo, penurunan tersebut tetap berlandaskan pada garis ibu. Sako diturunkan dari mamak ke kamanakan (anak saudara perempuan pemegang pusako). Pusako diturukan dari ibu ke anak perempuannya. Sistem adat Koto Piliang banyak dianut oleh suku Minang di daerah Tanah Datar dan sekitarnya. Ciri-ciri rumah gadangnya adalah berlantai dengan ketinggian bertingkat-tingkat. 

Selanjutnya ada sistem kelarasan Bodi Caniago. Sistem adat ini merupakan gagasan adat yang digariskan oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang. Sistem adatnya merupakan antitesis terhadap sistem adat Koto Piliang dengan menganut paham demokrasi. Penurunan Sako dan Pusakao tetap berlandaskan pada garis ibu, Tetapi pilihan pemegang penurunan tidak terpaku pada satu keturunan. 

Pilihan lebih di prioritaskan kepada yang memiliki kemampuan kepemimpinan baik sebagai ninikmamak penurunan Sako, maupun kaum Bundo kandung untuk penurunan Pusako. Sistem adat ini banyak dianut oleh suku Minang di daerah Lima Puluh Kota. Cirinya tampak pada lantai rumah gadang yang rata. Kemudian ada sistem kelarasan Panjang. Sistem ini digagas oleh adik laki-laki dari dua tokoh di atas yang bernama Mambang Sutan Datuk Suri Dirajo nan Bamego-mego. Dalam adatnya dipantangkang pernikahan dalam nagari yang sama. Sistem ini banyak dianut oleh luhak Agam dan sekitarnya. 

Di Minangkabau sering kita mendengar tentang Adat Nan Sabana Adat, Adat Nan Di Adat kan, Adat Nan Taradat, serta Adat Istiadat. Adat Nan Sabana adat adalah sumber utama Adat Minangkabau. Karena Adat yang sebenar Adat merupakan ajaran islam atau Syarak yang bersumber pada kitab suci Al-Qur’an dan Hadits. 

Adat Nan di Adatkan merupakan tingkatan kedua dalam adat minangkabau. Adat yang diadatkan merupakan aturan-aturan yang mengatur kehidupan masyarakat Minangkabau. Adat yang diadatkan ini telah disusun oleh nenek moyang orang Minangkabau sejak zaman dahulu. Adat Minangkabau yang ketiga adalah adat yang teradat. 

Adat yang teradat merupakan aturan adat yang berlaku di sebuah nagari, di sebuah kecamatan, di sebuah kabupaten. Artinya adat tersebut hanya berlaku di dalam lingkup ruang tertentu dan berbeda dengan di daerah lainnya. Adat Istiadat merupakan jenis adat minangkabau keempat dimana adat ini dibuat oleh para pemangku adat, pemerintahan nagari dan lainnya terhadap sebuah masalah atau kondisi tertentu. Adat istiadat ini bisa berubah dan sangat fleksibel tergantung pada pertimbangan atau rundiang. Sama halnya dengan adat yang teradat, adat istiadat juga ‘babuhua sentak’. 



OLEH : GIVEL AFTRIYADE, MAHASISWA UNIVERSITAS ANDALAS JURUSAN SASTRA MINANGKABAU.



Tidak ada komentar

Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih

Diberdayakan oleh Blogger.