Apa itu Penghulu di Minangkabau ?

Oleh : Yosa Adelia/Mahasiswa Universitas Andalas, Jurusan Sastra Minangkabau


M. Rasjid Manggis (1985: 127) mengibaratkan penghulu sebagai “bak kayu gadang di tangah koto, ureknyo tampek baselo, batangnyo tampek basanda, dahannyo tampek bagantuang, daunnyo perak suaso, bungonyo ambiak kasuntiang, buahnyo buliah dimakan, tampek bataduah kutiko ujan, tampek balinduang kutiko paneh” (laksana kayu besar di tengah koto, uratnya tempat bersila, batangnya tempat bersandar, dahannya tempat bergantung, daunnya perak suasa, bunganya dijadikan sunting, buahnya boleh dimakan, tempat berteduh ketika hujan, tempat berlindung ketika panas). 

Penghulu merupakan seorang pemimpin dalam masyarakat Minangkabau, yang bertanggung jawab menlindungi anak kemenakannya). “Kemenakan barajo ke mamak, mamak barajo ka penghulu, penghulu barajo ka nan bana, bana badiri sandironyo” (kemenakan belajar ke mamak, mamak belajar ke penghulu, penghulu belajar ke kebenaran, kebenaran berdiri dengan sendirinya).

Kutipan  kalimat tersebut  dapat disumpulkan bahwa sebagai penghulu harus memegang teguh terhadap adat istiadat serta norma-norma yang berlaku. Menjadi seorang penghulu harus memenuhi persyaratan tertentu, jelas asal-usul keturunanya, memiliki kepribadian dan kemampuan memimpin, serta mempunyai latar belakang keluarga yang baik. 

Selain itu, menjadi seorang penghulu juga di nilai dari ketaatan beragama, kepribadian, pendidikan, ekonomi, dan kharismatik serta mempunyai nilai lebih di antara anak kemenakan dalam kaum atau sukunya. 

Menjadi seorang penghulu juga mempunyai hal-hal dan sifat yang harus dihindari, yaitu sifat pemarah, menghardik, menyingsingkan lengan baju , pencemas, tidak tabah, penakut, bersifat kekanak-kanakan, dan menjunjung kepala, yaitu meletakkan beban di kepala seperti meletakkan sebuah benda di kepala, bukan untuk berpikir. 

Hal-hal yang harus dihindari oleh penghulu merupakan sebuah cerminan kepemimpinan masyarakat Minangkabau dan adat istiadat. Menjadi seorang penghulu harus menjalankan tanggung jawab dan kewajiban yang sudah diberikan dan tidak lagi membeda-bedakan kemenakannya. 

Tanggung jawab menjadi seorang penghulu adalah membimbing kepribadian anak kemenakannya dengan mengajari norma-norma yang harus dipatuhi dan juga etika dalam kehidupan, seperti cara makan, berpakaian yang wajar, cara menerima tamu dan bertamu, menghadapi orang yang lebih tua, lebuh muda, sama besar, dan semenda. 

Kesalahan yang diperbuat anak kemenakan akan menjadi beban yang ditanggung mamak beserta kaumnya. Penghulu juga bertanggung jawab akan kesejahteraan anak kemenakannya, jika kemenakannya berkekurangan maka wajib membantu, seperti pepatah “kok kurang nan kamanukuak, kok senteng nan mambilai, kok usang nan mambaharui, kok lapuak nan manganjangi, kok indak ado nan kamaadokan, kok nan condong nan kamanuiah”. 

Selain bertanggung jawab untuk melindungi anak kemenakannya, seorang penghulu juga wajib melindungi penduduk kaum, dan memelihara harta pusaka yang dimiliki kaum.

Selain melaksanakan tanggung jawabnya, penghulu juga mendapatkan hak-hak tertentu, seperti berhak menghadiri rapat nagari, mewakili kaumnya, dan berhak atas sawah penggadangan dan berhak gadang diamba. 

Seorang penghulu berhak menghadiri rapat atau musyawarah dalam nagari, apabila penghulu berhalangan hadir tanpa pemberitahuan yang jelas maka rapat tidak dapat dilangsungkan.

Penghulu juga berhak mewakili kaumnya dalam keadaan apapun dan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan anak kemenakan diadakan musyawarah kaum terlebih dahulu. 

Dan penghulu juga mendapatkan haknya atas sawah penggadangan, yaitu sawah yang merupakan harta pusaka kaum yang hasilnya dipakai untuk kehidupan penghulu yang sedang menjabat agar tidak kekurangan, jika penghulu hidup dalam kekurangan maka kaumnya akan merasa malu.


Jabatan-jabatan penghulu terbagi menjadi tiga tingkat yaitu:

1. Penghulu suku, 

Adalah penghulu yang memimpin suku dan juga disebut sebagai penghulu pucuk menurut kelarasan koto Piliang atau penghulu tuo menurut kelarasan Bodi Caniago.

2. Penghulu payung

Adalah penghulu yang menjadi pemimpin  warga suku yang telah membelah  diri karena  terjadi perkembangan pada jumlah warga suku pertama.

3. Penghulu indu

Adalah penghulu yang menjadi pemimpin warga suku dari mereka yang telah membelah diri dari kaum sepayungnya.

Semua penghulu suatu suku nagari, yakni penghulu pucuk, penghuku tua, penghulu payung, serta penghulu indu, secara bersama-sama disebut penghulu satu tungku.

Menurut mamangan, jabatan penghulu merupakan jabatan yang diwariskan dari niniak ka mamak, dari mamak ka kamanakan (dari ninik ke mamak, dari mamak ke kemenakan). Yang berhak menjadi calon penghulu ialah kemenakan di bawah dagu, yakni kemenakan yang mempunyai pertalian darah. 

Ada empat jenis kemenakan dalam struktur kebudayaan Minangkabau, yaitu: 

1. Kamanakan di bawah daguak (kemenakan di bawah dagu), yaitu kemenakan yang ada hubungan darah, baik yang dekat maupun yang jauh. Dekat dan jauh dapat dikatakan nan sajangka, nan saeto, dan sadopo (yang sejengkal, yang sehasta, dan yang sedepa).


2. Kamanakan di bawah dado (kemenakan di bawah dada), yaitu kemenakan yang hubungannya karena suku tetapi penghulunya lain.

3. Kamanakan di bawah pusek (kemenakan di bawah pusat), yaitu kemenakan yang hubungannya karena sukunya sama tetapi berbeda nagari asalnya.

4. Kamanakan di bawah lutuik (lemenakan di bawah lutut), yaitu orang lain yang berbeda suku dan berbeda nagari tetapi minta perlindungan di tempatnya.

Upacara batagak penghulu merupakan upacara untuk mengangkat penghulu yang baru karena penghulu sebelumnya wafat atau sudah tidak sanggup menjalankan tanggung jawabnya. 

Proses batagak penghulu merupakan prosesi yang sakral bagi masyarakat Minangkabau. Upacara batagak penghulu dilangsungkan di medan nan bapaneh (lapangan yang berpanas), marawa dan panji-panji yang dikibarkan, gong di palu sepanjang hari, kerbau disembelih. 

Upacara batagak penghulu dilakukan dalam tiga hari, hari pertama dinamakan hari batagak gadang (mendirikan penghulu). 

Upacara berlangsung di rumah gadang dan dihadiri urang ampek jinih. Salah seorang penghulu dari yang satu tungkunya menyampaikan pidato penobatan, yang isinya antara lain meminta hadirin agar penghulu baru dibawa sehilir semudik atau bekerja sarma oleh yang hadir. 

Kemudian oleh penghulu yang tertua dari yang setungku diletakkanlah destar saluk di kepalanya dan disisipi sebilah keris di pinggangnya. Akhirnya diucapkanlah sumpah sakti kalau ia menyimpang dari tugasnya. 

lsi sumpahnya adalah “Akan dimakan biso kawi di ateh indak bapucuak, di bawah indak baurek, di tangah-tangah digiriak kumbang” (akan dimakan bisa kawi, di atas tidak berpucuk, di bawah tidak berakar di tengah ditembus kumbang). 

Habis sumpah dibacakan doa, lalu oleh janang semua tamu dipersilahkan mcnyantap nasi yang terhidang dengan pidato persembahannya. Hari kedua, hari perjamuan yang dimeriahkan dengan kesenian serta jamuan makan minum kepada isi nagari yang datang. Hari ketiga, hari perarakaan dengan diantar galombang dan diiringi bunyi-bunyian, penghulu baru diarak ke rumah bako. 

Dari pernyataan diatas dapat kita lihat bahwa peranan penghulu sangat penting dalam masyarakat minangkabau. Penghulu wajib bertanggung jawab atas anak kemenakannya dalam menjalankan kehidupan dan juga wajib memelihara harta pusaka serta melindungi penduduk kaumnya. Bahkan prosesi batagak panghulu merupakan salah satu prosesi yang sakral bagi masyarakat minangkabau. (***)



Tidak ada komentar

Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih

Diberdayakan oleh Blogger.