Randai, Seni Budaya Yang Harus Dilestarikan


Oleh : Debby Ramadhani/2110741015/Prodi Sastra Minangkabau Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas



Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai kebudayaan yang beraneka ragam. Keunikan budaya yang ada membuat Indonesia memiliki daya tarik tersendiri bagi dunia luar, tidak sedikit dari mereka yang ingin mempelajari budaya Indonesia. 

Budaya yang merupakan identitas bangsa ini harus dihormati dan dijaga serta perlu dilestarikan agar kebudayaan kita tidak hilang dan dapat menjadi warisan bagi anak cucu kita kelak. Pelestarian kebudayaan merupakan tanggung jawab para generasi muda dan perlu dukungan dari berbagai pihak agar tidak mudah diakui Negara lain. 

Salah satu unsur dari kebudayaan adalah kesenian, keberadaan kesenian dalam suatu masyarakat tidak dapat dipisahkan dari sosialkultural masyarakat pendukungnya, karena kesenian merupakan hasil karya manusia yang melibatkan pola pikir manusia itu sendiri baik secara individu maupun kelompok. 

Kebudayaan dipahami sebagai suatu hal yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, adat istiadat, kebiasaan serta kemampuan yang didapatkan manusia dalam perannya sebagai anggota masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat mengartikan kebudayaan sebagai peninggalan sejarah yang bersifat tradisional, bahasa daerah, dan lain sebagainya. 

Seni pertunjukan tradisional merupakan bagian dari budaya lokal yang memuat beragam unsur kearifan budaya lokal. Di dalamnya terhimpun ilmu pengetahuan, baik nilai-nilai ajaran moral, religi, pendidikan, maupun unsur-unsur yang bersifat kebendaan sebagai sebuah warisan kebudayaan. 

Dengan adanya muatan beragam nilai tersebut, seni pertunjukan tradisional berfungsi sebagai penuntun dan pembawa pesan moral untuk masyarakat pemiliknya.

Seni tradisional sangat identik dengan kearifan budaya lokal. Melalui eksistensi pertunjukannya, seni tradisi merepresentasikan kehidupan masyarakat lokal yang ditopang oleh keluhuran budi yang arif, bijaksana, keteladanan, dan cendekia. 

Contoh seni tradisional yang mencerminkan hal tersebut adalah randai Minangkabau. Randai Minangkabau berasal dari permainan rakyat generasi muda (dalam istilah di Minangkabau adalah anak nagari) zaman tradisional. 

Istilah randai kemungkinan berasal dari kata andai-andai dengan awalan bar- sehingga menjadi berandai-andai yang artinya berangkaian secara berturut-turut atau suara yang bersahut-sahutan. Istilah randai berasal dari bahasa Arab, yaitu rayan-li-da-I yang sangat dekat dengan kata da-I, ahli dakwah dari gerakan tarekat Naqsyahbandiyah. 

Randai adalah gambaran identitas masyarakat Minangkabau yang sangat kuat dengan falsafah, etika, dan pelajaran hidup orang Minang yang berpusat pada alam semesta. 

Randai menggambarkan kearifan lokal masyarakat Minangkabau, melekat pada fisik sekaligus batin individu yang membentuk keutuhan masyarakat bernagari. 

Nilai-nilai kesenian tradisional dalam randai menjadi representasi norma dan kebiasaan yang berlaku di masyarakat Minang; kesenian dianggap rancak (bagus, elok) apabila tidak menyimpang dari norma adat, dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat Minangkabau. 

Unsur dialog dalam randai, misalnya, menjadi satu unsur yang bermuatan nilai-nilai karakter kerja sama komunikatif dan patut dipahami dan ditanamkan kepada generasi muda. Selain itu, kompleksitas unsur seni pertunjukan meliputi sastra, kaba, musik, tari, gerak silat, tari, dan dendang menguatkan alasan perlunya untuk dilestarikan.

Unsur-unsur pokok penggarapan randai adalah; cerita, dialog dan akting, dendang yang disebut gurindam, dan gelombang atau gerekan-gerakan tari bersumber pada gerakan pencak silat tradisional Minangkabau yang dilakukan dalam formasi melingkar oleh pemain-pemainnya. 

Cerita randai biasanya berkisar antara permasalahan adat ataupun konflik antara kemenakan dengan mamak yang mengandung pesanpesan moral. Nyanyian (gurindam) yang tidak boleh hilang dalam pertunjukan adalah Dayang Daini, Simarantang Randah dan Simarantang Tinggi, gurindam tersebut tetap hadir dalam pertunjukan randai meski dalam syair yang berbeda. 

Tarian (gelombang) dalam pertunjukan randai menggunakan pola lantai lingkaran dan gerak-gerak dasar silat seperti tepuk paha, tepuk celana (galembong), tepuk tangan, berguling bahkan meloncat.

Seluruh pemain Randai berbaris dua berbanjar memasuki arena pertunjukan. Ada dua kemungkinan yang dilakukan pemain untuk memasuki arena pertunjukan. Pertama, pemain yang berperan sebagai perempuan ikut berbaris berada di depan atau di belakang pemain galombang. 

Kedua, pemain yang berperan sebagai perempuan tetap duduk di tempat duduknya. Barisan galombang memasuki arena pertunjukan juga bisa dilakukan dalam dua bentuk kemungkinan. Pertama, seluruh pemain memasuki arena pertunjukan denganberjalan biasa. 

Kedua, seluruh pemain memasuki arena dengan gerakan-gerakan galombang. Setelah memasuki arena seluruh pemain mengangkat kedua tangan menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh penonton dengan gurindam persembahan. 

Apabila acara persembahan selesai, pembawa galombang meneriakkan hep...ta.....hep.....ta..... dan seterusnya, seluruh pemain beridiri melakukan gerakan-gerakan sampai membentuk formasi melingkar. 

Selanjutnya penyajian cerita melalui gurindam yang disertai galombang dimulai, kemudian disusul dengan dialog. Semenjak awal sampai akhir cerita gurindam beserta galombang tampil silih berganti dengan dialog. Apabila pangko tuo randai melihat pemain- pemain Randai sudah agak lelah, ia membisikkan kepada pembawa gurindam supaya permainan Randai diistirahatkan. 

Pembawa gurindam memberi tahu kepada penonton melalui gurindamnya bahwa Randai akan diistirahatkan. Waktu istirahat biasanya diisi dengan penampilan kesenian lain seperti tari Piring, tari Sewah, Saluang, Dendang, silat dan lain sebagainya. 

Pada dasarnya segala bentuk kesenian dan segala bentuk atraksi anak Randai waktu itu bisa ditampilkan. Malahan penonton pun sering minta waktu untuk mempertunjukan kebolehan-kebolehan mereka dalam bidang kesenian.

 Jika waktu istirahat sudah dirasakan cukup pangka tuo Randai mengatakan kepada pembawa gelombang agar meneruskan pertunjukan Randai. Pembawa Gelombang Randai meneriakkan kata-kata hep.... ta... dan seterusnya, seluruh pemain Randai memasuki arena pertunjukan kembali. Sama halnya dengan pembukaan penampilan Randai, seluruh pemain memasuki arena pertunjukan dengan melakukan gerakan galombang atau berjalan biasa sampai terbentuk formasi melingkar. 

Pertunjukan Randai tidak menghendaki tempat yang khusus, bisa saja ditampilkan pada tempat yang datar dengan areal 5 x 6 meter atau sekedar bisa untuk pemain galombang membentuk formasi melingkar.

Penonton berkeliling duduk dan berdiri melingkari pemain-pemain Randai. Walaupun kadangkala dibuat bangku-bangku dari bambu untuk para penonton yang terhormat seperti, ninik mamak atau penghulu dan wali nagari. Namun itu bukan suatu keharusan yang perlu dilakukan.

Makna produk interaksi sosial dalam kesenian randai Minangkabau meliputi pemaknaan kesenian randai secara keseluruhan dari perspektif yang berbeda-beda dari setiap informan. Kesenian randai dimaknai oleh pemain sebagai budaya dan pertahanan atau bela diri. 

Kesenian randai dimaknai oleh pelatih sebagai budaya, adat-istiadat, nilai ajaran agama islam dan seni. Kesenian randai dimaknai oleh tokoh masyarakat sebagai budaya, nilai sejarah, alat pemersatu, nilai agama islam, adat-istiadat, pendidikan, dan seni. Sedangkan masyarakat memaknai kesenian randai sebagai budaya dan nilai seni. (***/)

Tidak ada komentar

Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih

Diberdayakan oleh Blogger.