Siriah Langkok : Tradisi Penuh Makna dalam Penerimaan Murid Silek Minangkabau

0

 

Penulis


Oleh : Alya Putri Kemala Dewi, Jurusan Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas 

-------------

SETIAP prosesi dalam tradisi Minangkabau memiliki makna mendalam, seperti menerima siswa baru ke silek (tempat belajar silat). Dalam prosesi ini, salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh calon murid adalah membawa "siriah langkok".


Selain itu, calon murid biasanya membawa bahan-bahan berikut: ayam, pisau, jarum jahit, asam, endong atau galembong sapatagak, beras, cabai, garam, dan lainnya. Tergantung pada tanggung jawab yang diwariskan oleh pendidik sebelumnya, setiap pendidik memiliki kewajiban yang berbeda.


Siriah langkok terdiri dari buah pinang, sadah (kapur sirih), gambir, tembakau, seikat daun nipah, pisau, dan batu api. Semua bahan tersebut dimasukkan ke dalam wadah khas Minangkabau yang disebut carano, yang ditutupi kain. 


Dalam proses penerimaan murid baru, carano diserahkan kepada guru oleh wali atau calon murid itu sendiri. Kemudian, tujuan kedatangan, yaitu untuk meminta pendidikan silek, disampaikan kepada guru. Setelah itu, instruktur akan memeriksa apakah persyaratan tersebut memenuhi syarat.


Setiap bagian siriah langkok memiliki arti filosofis dan simbol. Daun sirih, misalnya, dianggap sebagai simbol hati yang bersih. Ujung dan pangkal daun sirih dipotong sebelum dimakan, simbol kesungguhan dan tekad bulat. 


Setelah itu, daun dicampur dengan sadah, gambir, dan sedikit buah pinang, dan dilipat kecil sebelum dikunyah menurut prinsip "dikambang saleba alam, dibalun sagadang kuku." 


Daun sirih memiliki makna filosofis selain memiliki manfaat medis sebagai antiseptik alami yang baik untuk gusi dan gigi. Dengan rasanya yang kelat dan efeknya yang meningkatkan produksi air liur, adab menjaga mulut dari meludah dan berbicara sembarangan.


Bahan lain yang sangat penting adalah kapur sirih atau sadah. Sadah dibuat dari kulit kerang yang dibakar dan ditumbuk hingga menjadi pasta putih dengan tekstur seperti tanah liat basah. 


Kapur sirih mewakili tubuh manusia yang disucikan dan dihormati yang berasal dari tanah. Ketika kapur sirih dioleskan pada daun sirih, ia berfungsi sebagai pengikat bersih untuk niat belajar. Rasanya yang sedikit menyengat mengajarkan kesabaran, ketabahan, dan ketekunan dalam menghadapi kerasnya perjalanan menuntut ilmu.


Gambir, yang diekstrak dari batang dan daun tumbuhan gambir, juga berfungsi. Gambir panjang dan berat dibuat dengan merebus, memperas, dan diendapkan hingga menjadi bentuk padat berwarna cokelat kehitaman. 


Menghasilkan gambir adalah perjalanan yang sulit dalam mencari ilmu. Esensi sejati hanya dapat ditemukan melalui pencarian, pemurnian, tekanan, dan kesabaran yang lama. Gambir membantu kesehatan gigi dan mulut dengan bertindak sebagai antiseptik. Rasa sakit mengajarkan kita tentang kesadaran diri dan keteguhan hati.


Siriah langkok terdiri dari buah pinang, baik muda maupun matang. Pinang muda, seperti yang disebut dalam pepatah Minang, "darah nan baru satampuak pinang" melambangkan semangat baru, ketulusan, dan kekuatan yang diperlukan untuk memulai perjalanan menuntut ilmu. 


Di sisi lain, pinang matang melambangkan harapan akan kematangan ilmu. Akar pinang yang kuat dengan batangnya yang lurus mengajarkan tentang keteguhan hati dan niat yang tulus menuju ketakwaan kepada Allah. 


Rangkaian buahnya yang banyak melambangkan pentingnya silaturahmi dan hubungan sosial yang kuat dalam perjalanan hidup.


Tembakau dan daun nipah atau enau adalah komponen tambahan yang sangat penting. Sebelum dapat digunakan, daun tembakau yang tumbuh rendah dan daun nipah yang tumbuh tinggi mengalami pengeringan yang panjang. 


Selanjutnya, tembakau kering dihaluskan dan dilinting dengan daun nipah untuk membuat rokok nipah. Dibakar dengan batu api, atau sekarang dengan korek api, rokok ini kemudian diisap. 


Meskipun asap yang dihasilkan berdampak buruk bagi kesehatan, proses ini mengajarkan falsafah penting: semua konflik yang dipicu oleh pertikaian (diumpamakan sebagai batu api) pada akhirnya hanya akan membawa kehancuran. 


Segala sesuatu yang telah dibangun, dipelajari, dan dijaga dapat dengan cepat runtuh. Karena itu, manusia dididik untuk tetap beradab, sabar, dan menghindari perselisihan.


Mengunyah sirih bersama, juga dikenal sebagai manyiriah, adalah waktu yang baik untuk merenungkan. Setiap orang yang mengikuti prosesi diminta untuk menahan diri, berpikir ulang, dan mempertimbangkan pilihan mereka sebelum membuat keputusan. 


Waktu untuk menyirih digunakan untuk mengingat perjalanan hidup, memahami arti setiap kejadian, dan meningkatkan tujuan yang telah ditetapkan. Proses penerimaan siswa dimulai setelah semua hadirin selesai manyiriah.


Tradisi manyiriah ini adalah praktik pengendalian diri juga. Sangat penting bagi seorang pandeka (pendekar) untuk dapat menahan diri dari kesulitan hidup dan bertindak bijak saat berbicara, menanggapi, dan bertindak. 


Semua tindakan harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, meskipun hidup penuh dengan tantangan dan rasa sakit. Menurut tradisinya, orang harus berpikir logis, berbicara dengan bijak, dan bertindak dengan hikmah dalam setiap langkah.


Seluruh prosesi siriah langkok bukan hanya tradisi seremonial; itu juga mengandung pendidikan karakter yang membentuk mental dan jiwa seseorang saat menuntut ilmu. 


Setiap elemen dalam siriah langkok mengajarkan calon siswa tentang pentingnya tekad yang kuat, hati yang bersih, ketabahan menghadapi kesulitan, kesabaran dalam proses belajar, dan pengendalian diri yang tinggi.


Nilai-nilai yang terkandung dalam siriah langkok masih relevan dalam dunia modern yang semakin cepat dan penuh dengan distraksi. Tradisi menunjukkan bahwa perjalanan yang menuntut ilmu bukanlah hasil instan. 


Proses panjang, kerja keras, pengendalian diri, dan niat yang tulus diperlukan. Siriah langkok berfungsi sebagai representasi langsung dari filosofi hidup orang Minangkabau yang menghargai proses, mengutamakan adab, dan mengedepankan niat suci dalam semua tindakan mereka.


Dengan segala maknanya, siriah langkok mengingatkan kita bahwa menjadi seorang murid bukan hanya tentang mendapatkan pengetahuan, tetapi juga tentang mempersiapkan diri untuk menjadi manusia yang lebih matang secara spiritual, emosi, dan intelektual. 


Dalam lipatan daun sirih, rasa gambir yang pahit, dan tetesan air liur yang memerah terkandung harapan akan lahirnya manusia yang tidak hanya pandai berilmu, tetapi juga bijak dalam menggunakan pengetahuannya untuk kebaikan diri sendiri, orang lain, dan alam semesta.


Dengan demikian, sebuah prosesi sederhana yang memiliki makna besar menjadi dasar awal perjalanan seorang murid di wilayah silek Minangkabau. Siriah langkok, warisan budaya yang harus dilestarikan dan dihayati nilai-nilainya setiap hari. (**/)

Tags

Posting Komentar

0Komentar

Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih

Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top