![]() |
Foto ilustrasi memberikan keterangan pers. Foto. vo.id |
Di era keterbukaan informasi seperti sekarang, peran media seharusnya menjadi ujung tombak dalam menyampaikan informasi pembangunan kepada masyarakat.
Sayangnya, masih ada kepala daerah yang bersikap cuek dan menganggap media sebagai pihak yang tidak terlalu penting dalam proses pembangunan.
Sikap ini sangat disayangkan, mengingat media justru bisa menjadi jembatan komunikasi antara pemerintah dan rakyat.
Ketika kepala daerah tidak menggandeng media sebagai mitra, maka yang terjadi adalah miskomunikasi dan keterputusan informasi di tengah masyarakat.
Masyarakat tidak tahu apa saja program pembangunan yang sedang dijalankan, padahal transparansi informasi merupakan bagian penting dari pemerintahan yang baik (good governance).
Banyak pemerintah daerah mengandalkan media informasi internal seperti website resmi, media sosial Instagram, TikTok, hingga Facebook.
Namun, kenyataannya media-media ini sering tidak dikelola secara profesional, pembaruannya lambat, dan tidak memiliki daya jangkau sebesar media publik yang sudah terverifikasi dan terpercaya.
Website pemerintah sering kali hanya menjadi pajangan formalitas, dengan isi yang tidak diperbarui secara rutin.
Informasi pembangunan yang seharusnya bisa diketahui oleh publik secara cepat dan akurat, akhirnya tenggelam dalam halaman yang usang dan kurang menarik minat baca.
Demikian juga media sosial seperti Instagram dan TikTok, yang seharusnya mampu menjangkau generasi muda, tidak dimanfaatkan dengan baik.
Banyak akun resmi pemerintah daerah justru lebih menampilkan konten seremonial semata, tanpa edukasi atau penjelasan yang bermakna mengenai proses pembangunan.
Padahal, media lokal yang sudah terdaftar dan profesional memiliki jangkauan audiens yang luas serta kemampuan menyampaikan informasi secara lebih objektif, tajam, dan berimbang.
Ketika kepala daerah tidak mau merangkul media lokal, maka yang terjadi adalah penyempitan ruang publik dalam memahami kebijakan pemerintah.
Lebih parah lagi, jika kepala daerah hanya menggandeng media-media tertentu yang bersifat “asal bapak senang,” maka masyarakat hanya mendapat informasi yang penuh pujian dan minim kritik.
Ini berbahaya, karena media juga berfungsi sebagai kontrol sosial yang konstruktif terhadap jalannya pemerintahan.
Hubungan yang harmonis dengan media sejatinya bukan sekadar soal pencitraan. Ini menyangkut bagaimana kepala daerah membuka ruang dialog, memberikan akses informasi, dan menghormati peran jurnalis sebagai pilar keempat demokrasi. Tanpa hubungan yang baik, yang terjadi adalah kecurigaan dan konflik yang tidak perlu.
Kepala daerah yang bijak justru akan membangun kemitraan strategis dengan media. Mereka sadar bahwa media bisa menjadi alat yang efektif untuk menyosialisasikan program, membangun citra positif, dan menyerap aspirasi masyarakat. Ini adalah bagian dari manajemen komunikasi yang cerdas.
Media yang dihargai akan menjalankan fungsinya dengan profesional. Mereka akan lebih objektif dalam memberitakan kinerja pemerintah, karena merasa dihormati dan dianggap sebagai bagian dari ekosistem pembangunan. Hal ini tentu akan menciptakan ekosistem informasi yang sehat dan edukatif.
Sebaliknya, jika media terus-menerus dipandang sebelah mata, maka yang muncul adalah resistensi dan pemberitaan yang cenderung konfrontatif.
Bukan karena media ingin menjatuhkan, tetapi karena mereka tidak diberi ruang untuk bekerja secara adil dan transparan.
Kepala daerah harus menyadari bahwa membangun daerah bukan hanya soal infrastruktur dan anggaran, tapi juga soal membangun kepercayaan publik. Dan kepercayaan itu tidak akan lahir tanpa komunikasi yang terbuka, jujur, dan terus menerus – di sinilah media memainkan peran vital.
Sudah banyak contoh kepala daerah yang sukses karena menjalin kemitraan erat dengan media. Mereka membuka diri terhadap kritik, menjawab pertanyaan dengan terbuka, bahkan menggunakan media sebagai alat evaluasi kinerja. Hasilnya, publik menjadi percaya dan mendukung pembangunan.
Oleh karena itu, sudah saatnya para kepala daerah mengubah cara pandang mereka terhadap media. Bukan sebagai pengganggu, bukan sebagai pemburu kesalahan, tetapi sebagai mitra sejati dalam mewujudkan pembangunan yang inklusif, partisipatif, dan berkelanjutan.
Dengan memperkuat hubungan dengan media, kepala daerah tidak hanya menciptakan iklim informasi yang sehat, tetapi juga memberi contoh kepemimpinan yang modern dan demokratis. Sebab tanpa komunikasi yang baik, pembangunan sebesar apa pun bisa kehilangan makna di mata masyarakat. ( Redaksi)
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih