![]() |
Wali Kota Padang Fadly Amran Menyapa Pedagang Ketika Berada di Pasar Lubuak Buayo belum lama ini. Foto.Kominfo Padang |
PADANG,- Ketika sebagian warga Kota Padang masih terlelap, denyut kehidupan sudah terasa di Pasar Lubuk Buaya. Subuh baru tiba, tapi deru kendaraan pickup pengangkut sayur, cabai, dan buah-buahan dari berbagai daerah sudah bergantian masuk ke kawasan pasar di utara kota ini. Lampu-lampu pasar masih remang, namun suasana kian riuh oleh suara tawar-menawar pedagang dan pembeli yang silih berganti.
Setiap Minggu dan Rabu, pasar ini selalu padat. Kendaraan parkir berjejer hingga ke pinggir jalan utama. Meski berada di perbatasan Kota Padang, Pasar Lubuk Buaya menjadi magnet bagi warga sekitar hingga dari daerah tetangga. Tempat ini sudah lama dikenal sebagai pusat belanja murah dan lengkap di utara kota.
Beragam bahan pokok tersedia di sini — dari sayur, cabai, kelapa, hingga buah-buahan segar. Banyak pasokan bahkan datang dari luar Kota Padang seperti Bukittinggi, Batusangkar, Padang Panjang, dan Padang Pariaman, Kota Pariaman. Semua dibawa oleh para petani dan pedagang kecil menggunakan mobil pickup sejak malam hari.
“Awak baok sayua dari Sangka dari jam duo tadi malam,” ujar Amai Ita, pedagang asal Batusangkar, sambil menurunkan tumpukan sayur dari bak mobilnya. (Saya membawa sayur dari Batusangkar sejak pukul dua dini hari.)
Setiba di pasar, para petani langsung bertransaksi dengan pembeli. Harga ditentukan lewat tawar-menawar spontan di pinggir jalan. Pembeli pun datang silih berganti, sebagian besar tahu bahwa harga di pasar ini bisa jauh lebih “manenggang” (murah) dibanding pasar lain.
“Saya sengaja datang pagi-pagi. Kalau sudah siang, harganya naik,” ujar Eva, warga Anak Air.
Harga murah itu hanya berlaku hingga sekitar pukul tujuh pagi. Setelah itu, harga mulai naik karena barang kebutuhan sudah berpindah tangan ke distributor atau pedagang pengecer.
Pagi itu, cabai ‘darek’ dijual Rp68 ribu per kilogram, sedangkan di pasar lain harganya bisa mencapai Rp75–80 ribu. Sayur kangkung dijual Rp4 ribu per ikat, dan kelapa Rp6 ribu per buah — semua serba lebih hemat.
Tak heran, banyak pengusaha kuliner dan pelaku UMKM memilih berbelanja di sini. Selain harga lebih terjangkau, mereka juga mendapatkan bahan yang segar langsung dari petani.
“Selain karena murah, semuanya baru dipetik, jadi lebih fresh,” ujar Hendra, pemilik warung makan di Lubuk Minturun.
Pasar Lubuk Buaya tak pernah benar-benar sepi. Setiap subuh, tempat ini menjadi denyut ekonomi kecil yang menjaga dapur warga Padang tetap mengepul.
Dan setelah puas berbelanja, jangan lupa mencicipi kuliner khas pasar ini — seperti Sate Mega berkuah putih atau Katupek Pitalah khas “urang darek”.
Datanglah ke Pasar Lubuk Buaya saat fajar menyingsing, rasakan semangat hidup yang lahir dari riuhnya transaksi subuh di jantung ekonomi utara Padang. (***/)
Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih