Oleh: Moh. Iqbal Rafsanjani, Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang Program Studi Ekonomi Syariah
![]() |
| Penulis |
Perubahan perilaku sosial generasi muda di Sumatera Barat semakin nyata menjelang akhir 2025.
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital dan kuatnya arus globalisasi, generasi muda dihadapkan pada dinamika sosial yang membawa pergeseran signifikan dalam cara berinteraksi, berpikir, serta memaknai nilai-nilai budaya lokal.
Sebagai daerah yang dikenal kokoh dengan falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK), Sumatera Barat selama ini menjadikan adat dan agama sebagai landasan utama kehidupan sosial.
Namun, penetrasi media sosial dan budaya global secara perlahan membentuk pola perilaku baru, terutama di kalangan generasi muda perkotaan seperti di Kota Padang dan sekitarnya.
Media sosial kini menjadi ruang utama interaksi sosial generasi muda. Komunikasi yang sebelumnya banyak berlangsung secara langsung kini beralih ke ruang digital.
Percakapan, pertemanan, hingga ekspresi identitas diri lebih sering terjadi melalui layar gawai. Akibatnya, intensitas interaksi tatap muka cenderung menurun, khususnya di kalangan pelajar dan mahasiswa.
Selain pola interaksi, perubahan juga tampak jelas pada gaya hidup. Cara berpakaian, pilihan hiburan, hingga pola konsumsi semakin dipengaruhi oleh tren global yang dengan cepat menyebar melalui internet.
Generasi muda terlihat lebih terbuka terhadap budaya luar dan mengadopsinya dalam kehidupan sehari-hari. Meski demikian, pada momen-momen tertentu—seperti kegiatan adat, keagamaan, dan acara keluarga besar—nilai-nilai tradisional Minangkabau masih tetap dijunjung dan dihormati.
Perubahan perilaku sosial ini turut memengaruhi orientasi nilai. Nilai kebersamaan dan kolektivitas yang selama ini menjadi ciri khas masyarakat Minangkabau mulai mengalami pergeseran.
Generasi muda cenderung lebih menekankan kebebasan pribadi dan pengembangan diri. Namun, semangat solidaritas sosial tidak sepenuhnya luntur.
Dalam situasi tertentu, seperti kegiatan kemanusiaan, musibah alam, atau aktivitas keagamaan, generasi muda masih menunjukkan kepedulian dan gotong royong yang kuat.
Sejumlah pengamat sosial menilai perubahan tersebut lebih sebagai bentuk adaptasi, bukan penolakan terhadap budaya lokal.
Generasi muda berada pada posisi yang menuntut kemampuan menyeimbangkan nilai tradisional dengan realitas modern.
Tantangan terbesar bukan terletak pada perubahan itu sendiri, melainkan pada bagaimana perubahan tersebut diarahkan agar tidak menggerus identitas budaya Minangkabau.
Pemerintah daerah dan para pemangku adat di Sumatera Barat mulai menyadari pentingnya pendekatan baru dalam menanamkan nilai-nilai adat kepada generasi muda.
Upaya pelestarian budaya tidak lagi cukup dilakukan secara konvensional, melainkan perlu menyesuaikan diri dengan karakter generasi digital—melalui media sosial, pendidikan kreatif, serta ruang partisipasi yang lebih inklusif.
Di sisi lain, peran keluarga dan lembaga pendidikan tetap menjadi fondasi utama dalam menghadapi perubahan perilaku sosial generasi muda.
Pendidikan karakter berbasis nilai lokal diharapkan mampu melahirkan generasi yang tidak hanya cakap secara teknologi, tetapi juga memiliki kesadaran sosial dan budaya yang kuat.
Pada akhirnya, perubahan perilaku sosial generasi muda di Sumatera Barat pada akhir 2025 merupakan bagian dari proses sosial yang tak terelakkan.
Dengan pendampingan dan arah yang tepat, perubahan ini justru dapat menjadi peluang untuk melahirkan generasi muda yang adaptif, kritis, dan tetap berakar kuat pada nilai-nilai budaya Minangkabau. (**/)


Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih