Khazanah Naskah Minangkabau Berlimpah, Tapi Minim Pengkajianya

 

Padang, Khazanah naskah Minangkabau ternyata berlimpah, baik jumlah maupun keragaman isinya. Artinya naskah Minangkabau kaya bahan yang bisa dikaji dan dipelajar. 

Namun masalahnya adalah miskin pengkajian. Karena tidak banyak orang yang mau mengkaji naskah-naskah Minangkabau.

Demikian diungkapkan Filologi Indonesia/Dosen Sastra Minangkabau Universitas Andalas Padang Pramono, Ph.D, pada diskusi webinar  virtual Minggu (20/11/2022) malam pukul 19.00 – 23.00 WIB yang diadakan DPD Satupena Sumatera Barat. 

Selain Pramono, tampil sebagai narasumber Peneliti Bahasa/Sastra Prof. Dr.  Muzril, Dosen/Penerbitan Polimedia Jakarta Anggun Gunawan, S.Phill, M.A dan sastrawan Pinto Janir.

Menurut Pramono, banyak naskah-naskah Minangkabau yang berasal dari surau-surau tarekat maupun disimpan pribadi. Seperti di koleksi manuskrip di Surau Calau sebanyak 99 bundel. Kandungan naskah tersebut antara lain berisikan susastra, sejarah, keagamaan, pengobatan tradisional dan lain-lain.  

“Di surau Parak Pisang yang tertelak di jalan lintas Sumatera – Jawa Nagari Sumani Kabupaten Solok. Di surau ini ditemukan 29 naskah ( 6.220 halaman). Surau ini yang dikembangkan oleh Syekh Abbas atau yang dikenal juga dengan Angku Parak Pisang,” kata Pramono.


Pramono juga mengungkapkan, informasi mengenai penyalin manuskrip dalam  kolofon  naskah-naskah Minangkabau tidak sedikit  mengandung informasi penting yang dapat dimanfaatkan bagi telaah kodikologi yang lebih luas. 

“Selain berhubungan dengan keterangan sejarah dan tempat penyalinan, kolofon dapat mengungkap sisi jalur-jalur pendistribusian naskah, profesi kepenyalinan, figur-figur dibalik penyalinan naskah, kitab-kitab popular pada masa lalu sebagai acuan kajian bibliografi karya-karya keagamaan khususnya,” tutur Pramono.

Menurut Pramono, aktivitas penyalinan naskah juga dapat  mengungkap sisi lain dari informasi sejarah. Kondisi naskah-nakah Minangkabau beragam kondisi baik, agak rusak, rusak, rusak berat.  “Naskah rusak karena faktor fisiologis, usia naskah yang sudah tua, iklim dan cuaca. 

Rusak karena faktor mekanis, bencana alam, tekanan dan himpitan benda  lain dalam penyimpanan naskah. Kerusakan naskah yang disebabkan oleh faktor biologis, yakni kerusakan naskah yang disebabkan serangan rayap, jamur dan mikroorganisme lainnya,” sebut Pramono pada diskusi virtual yang dipandu Fuji Samantha, S.ST, M.I.Kom. 

Webinar diikuti hampir 100 orang peserta antara lain dari Florida, Amerika Serikat, Afrika Selatan, NTB, Jakarta dan sejumlah daerah di Sumatera Barat.

Ketua Satupena Sumatera Barat Sastri Bakry mengatakan, kegiatan ini digelar merupakan bagian dari pra pelaksanaan Internationl Minangkabau Literacy Festival (IMLF) yang dilaksanakan Satupena Sumbar pada 22-27 Februari 2023 mendatang. IMLF  diselenggarakan   DPD Satupena Sumatera Barat dan Sumbar Talenta Indonesia Foundation, didukung Kemendagri dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, dipusatkan di PPSDM Kemendagri Baso, Kabupaten Agam.  

Hingga hari ini  sudah terdaftar lebih dari 90 orang peserta dari dalam dan luar negeri. Dari luar negeri antara lain Malaysia, Brunei, Spanyol, Jerman, Australia, Amerika, Singapure, Zimbabwe, Rusia, dan Belanda. Sedangkan kegiatan selama IMFL  mencakup seminar, diskusi panel, workshop mengenai menulis akademik dan menulis kreatif, pameran literasi dan pameran buku, lomba baju kuruang basiba, pertunjukan kebudayaan/kesenian,  bazar makanan dan lomba lainnya, kata Sastri Bakry. (Tim)

Tidak ada komentar

Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih

Diberdayakan oleh Blogger.