Oleh: Muhammad Zikri Rijayansyah
![]() |
| Penulis |
Dampak bencana banjir dan longsor yang melanda beberapa wilayah di Pulau Sumatra telah memengaruhi ketersediaan dan distribusi BBM (bahan bakar minyak) bagi masyarakat, meski kondisi berangsur pulih.
Banjir bandang yang terjadi sejak akhir November di wilayah Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat telah menyebabkan infrastruktur jalan dan jalur logistik terganggu hebat, sehingga distribusi BBM ke beberapa wilayah sempat terhambat.
Akibatnya, kelangkaan BBM terjadi di sejumlah titik, yang berdampak pada mobilitas masyarakat serta operasional layanan darurat di lapangan.
Antrean Panjang dan Akses Terputus
Di beberapa daerah terdampak, warga bahkan harus mengantre panjang hingga ratusan meter di SPBU, khususnya untuk BBM jenis pertalite dan solar bersubsidi yang menjadi kebutuhan utama masyarakat sehari-hari.
Kondisi ini diperparah oleh putusnya akses jalan, yang membuat pengiriman BBM mengalami keterlambatan.
Selain itu, laporan juga mencatat bahwa kondisi listrik padam di banyak titik memaksa warga mengandalkan genset yang tentu membutuhkan suplai BBM tambahan, sehingga tekanan terhadap pasokan energi makin meningkat.
Percepatan Pemulihan Distribusi Energi
Upaya pemulihan pasokan BBM terus dilakukan oleh pemerintah dan PT Pertamina (Persero). Berdasarkan data terbaru, sekitar 98% dari total SPBU yang sempat terdampak banjir kini telah beroperasi kembali di wilayah Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
Pemulihan ini dilakukan dengan mengoptimalkan jalur distribusi melalui darat, laut, dan udara agar BBM bisa cepat tersedia di titik-titik strategis.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Pertamina juga melibatkan moda transportasi alternatif seperti kapal dan helikopter untuk pengiriman BBM serta LPG ke wilayah terisolasi.
Hal ini penting dilakukan karena masih terdapat beberapa titik yang aksesnya terputus akibat longsor dan banjir.
Dampak Bencana di Luar Energi
Selain persoalan pasokan BBM, bencana ini telah menimbulkan dampak serius lain. Menurut Presiden Indonesia, lebih dari 1.000 orang tewas dan pemulihan diperkirakan memakan waktu 2–3 bulan sebelum kondisi di zona terdampak benar-benar normal kembali.
Sementara itu, pemerintah pusat dan daerah terus mengupayakan perbaikan infrastruktur utama seperti jembatan dan jaringan jalan untuk memperlancar distribusi bantuan dan energi.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa bencana alam tidak hanya berdampak pada sektor kemanusiaan dan lingkungan, tetapi juga secara langsung menguji ketahanan energi nasional, khususnya di daerah yang bergantung pada distribusi darat.
Ketika infrastruktur utama terganggu, BBM menjadi komoditas strategis yang sangat menentukan keberlangsungan aktivitas masyarakat, layanan kesehatan, hingga proses pemulihan pascabencana.
Situasi ini sekaligus menjadi evaluasi penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan terkait untuk memperkuat sistem distribusi energi yang lebih adaptif terhadap risiko bencana.
Penguatan jalur distribusi alternatif, penyediaan cadangan energi di wilayah rawan, serta peningkatan koordinasi lintas sektor perlu menjadi bagian dari strategi jangka panjang agar krisis serupa tidak terus berulang setiap kali bencana alam terjadi.
Dengan demikian, penanganan dampak bencana di Sumatra tidak cukup hanya berfokus pada pemulihan fisik dan sosial, tetapi juga harus disertai dengan upaya membangun sistem energi yang tangguh dan berkelanjutan.
Langkah ini menjadi kunci agar kebutuhan dasar masyarakat, khususnya BBM, tetap terpenuhi meski di tengah situasi darurat.
***Penulis adalah, Mahasiswa Aktif Program Studi Ekonomi Syariah, Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang***


Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih