Fenomena Asnimar, Perempuan Tangguh Melawan Kegetiran

Kondisi Rumah Asnimar Terkini, Siap 75 %

 Oleh : Ikhlas Bakri

“Alhamdulillah…. Terima kasih,,,  terima kasih,” kata Bastian Desa Putra, anggota DPRD Padang Pariaman dari Partai Hanura saat memarkir kendaraannya setengah berteriak kepada sejumlah wartawan keluarga
besar PWI setempat yang sedang gotong royong membangun rumah  Asnimar (37), janda tujuh anak dalam kegiatan peringatan hari pers nasional (HPN) 2017 tingkat lokal.

Belasan wartawan yang tengah bekerja memasang bata, memotong kayu dan mengaduk semen di Minggu (12/3) sore sedikit keheranan. Mereka sejenak menghentikan pekerjaannya, menunggu Bastian sambil berjalan beberapa meter ke arah  mereka.

"Saya mengapresiasi kawan-kawan wartawan yang membantu membuatkan rumah dunsanak kami. Atas nama keluarga  saya mengucapkan terima kasih,” katanya. Ternyata, Asnimar sama-sama bersuku Piliang dengan Bastian dan berasal dari kecamatan yang sama, VII Koto Sungaisariak. Tapi beda kenagarian

Meski  nagari asalnya berbeda, Bastian kini juga berdomisili di Balah Aia, nagari yang sama dengan Asnimar. Jarak tempat tinggalnya kurang dari 1 km. Selain itu, istri Bastian juga merupakan tenaga medis di
sana dan bertugas di Puskesmas Sungaisariak.

“Saya tahu persis keseharian Asnimar ini. Apa yang diberitakan wartawan beberapa waktu  lalu adalah fakta yang sesungguhya, tapi mungkin rutinitas itu ada pengecualian untuk waktu-waktu tertentu,“ jelas Bastian. Pada kesempatan itu Bastian turut berpartisipasi gotong royong dalam bentuk dana.

Sekilas Asnimar

Asnimar janda dengan tujuh anak yang masih kecil, anak tertuanya Sahrul berusia sekitar 10 tahun. Si kecil  sekitar 2 tahun. Suaminya yang sudah dua orang meninggal dunia sekitar 3 tahun lalu. Untuk menghidupi anak-anaknya Asnimar memulung plastik bekas kemasan minuman.

Juga mengumpulkan pelepah kelapa di tanah pusakanya yang luas. Pelepah itu  ia potong-potong menjadi kayu api dan dijual ke rumah  makan di Kuraitaji. Pendapatannya berkisar Rp 50.000-100.000 setiap
hari kalau ia tidak sakit. Pernah, mereka sekeluarga makan nasi  setengah bubur, ditemani garam secukupnya. Pola makan yang masih belum  sehat, apalagi sempurna.

Untuk menjalankan kedua profesi ini, Asnimar selalu dibantu  anak-anaknya. Moda transportasi yang ia gunakan adalah becak kayuh.Empat anak  Asnimar bertugas mendorong becak, dua orang duduk di
bagian depan. Si kecil didekap Asnimar, kalau kecapean dipindahkan Asnimar ke stang becak dalam posisi duduk menghadap ibunya .

Asnimar hidup selalu berpindah-pindah sejak beberapa waktu terakhir setelah pulang merantau dari tanah jawa.  Pernah menumpang di rumah keluarga ayahnya di Batangtajongkek, Kuraitaji, sekitar 2,5 km dari
rumah ibunya. Pernah juga tidur di mushala. Sejak lima bulan terakhir ia tinggal di tanah pusaka, di samping rumah oragtua perempuannya yang permanen.

Asnimar tidur beralaskan tikar berdinding dan beratapkan terpal, di samping rumah permanen milik orangtuanya. Demi beberapa hal, Asnimar lebih memilih tinggal di “rumah”nya sendiri dan memasak sendiri. Untuk urusan memasak ini Asnimar melansungkannya di alam terbuka, dekat
tempat ia bersama anak-anaknya sering tidur.

Jika dihitung-hitung, dalam rentang waktu Oktober 2016 hingga awal Februari 2017, Asnimar bersama anak-anaknya  jauh lebih sedikit  beraktifitas di rumah orangtuanya. Asnimar lebih memilih tenteram di
tempat seadanya daripada menetap di rumah permanen dalam  ketidaknyamanan.

Rutinitas  agak janggal yang dilakoni Asnimar, ‘Kartini masa kini yang  berjuang melawan kegetiran hidup’  ini memicu sejumlah wartawan  Padangpariaman menuangkannya ke dalam pemberitaan, termasuk media
televisi lokal dan nasional pada awal Februari lalu. Mereka melaporkan seadanya tanpa maksud dan tujuan tertentu.

Padangpariaman dan Sumatera Barat sedikit hiruk. Pada awal-awal  Februari 2017 itu banyak orang berkunjung ke kediaman Asnimar dari  berbagai daerah. Ada yang sekedar mencari pembuktian, dan tak sedikit  pula membawa buah tangan.

Berita Hoax?

Tiba-tiba saja, apa yang menjadi pemberitaan banyak media ini coba dibantah oleh pihak-pihak yang berkemungkinan terusik kepentingannya, atau yang selama ini terbiasa menyampaikan laporan kesuksesan saja kepada atasannya.

Sayang bantahan tersebut beraninya cuma lewat media sosial sekelas facebook yang tanpa data. Entah kenapa mereka enggan berdiskusi dan berdialog dengan wartawan yang punya data valid berupa
video, jika memang serius untuk membantah atau sekedar klarifikasi.Di antara yang mereka bantah itu adalah persoalan di mana Asnimar tidur. Mereka meyakini bahwa Asnimar beserta tujuh anaknya selalu
tidur di rumah permanen milik orangtuanya. Mereka mendapatkan  informasi entah darimana sumbernya.

Selanjutnya masalah kekurangan gizi anak Asnimar. Karena sebelumnya  mereka terlanjur memproklamirkan bahwa Padangpariaman sudah bebas gizi  buruk sejak 2015, juga kesuksesan Padang Pariaman Sehat, programnya  BAZ. Sementara diagnosa dokter melalui sebuah surat keterangan yang  masih disimpan Asnimar menyatakan bahwa kondisi seorang anaknya  merupakan ciri-ciri penderita gizi buruk pada tahun 2015.

Fenomena ini mendapat perhatian serius dari Yurnaldi, wartawan senior Harian  Kompas yang kini anggota Komisi Informasi Profinsi Sumbar. Lewat tulisannya di kolom opini Harian Padang Express edisi 9 Februari
2017, diawali dengan kalimat ‘Hoax kata orang, hoax pula kata waang’, Da Nal, begitu yuniornya sering menyapa, menceritakan adanya kecenderungan pihak-pihak tertentu menuduh berita wartawan yang
faktual sebagai berita hoax.

Namun, tak bertepuk sebelah tangan, wartawan sebagai pembuat berita,juga harus melakukan penggalian informasi, melakukan konfirmasi kepada pihak-pihak yang memiliki keterkaitan dengan objek berita dan
menyajikannya seimbang kepada pembaca. Terhadap kasus Asnimar, konfirmasi tentu hanya wajib dilakukan kepada Asnimar sendiri dan  orang-orang yang menyaksikan kesehariannya.

Dikunjungi dan Disantuni Bupati

Dalam waktu relatif singkat, hanya beberapa hari saja setelah  kemunculan berita Asnimar yang fenomenal, Bupati Padang Pariaman Ali  Mukhni bersama sejumlah pejabat turun ke lokasi menyaksikan dan
berhadapan lansung dengan Asnimar, keluarga dan anak-anaknya.  Kepada bupati, anak-anak Asnimar menyebutkan bahwa mereka tidur di rumah  permanen milik neneknya.

Akan tetapi aroma bahwa telah terjadi semacam pengondisian sebelum  kehadiran bupati begitu kental terasa. Asnimar terlihat begitu segeh, seolah-olah mau berangkat pesta. Potongan-potongan kayu  plus tungku dari bata dan abu bekas memasak sudah tidak terlihat lagi di alam  terbuka, tempat di mana Asnimar biasa mengerjakannya.

Hanya saja, rak piring beserta alat perangkat memasak dan rak kayu  masih tetap berdiri di tempat biasa. Ia terselimuti oleh terpal yang  biasa digunakan Asnimar sebagai atap dan dinding tempat ia tidur.

Asnimar mengakui, sejak kemunculan beriita dirinya di berbagai media,  Babinkamtibmas setempat pernah berkunjung dan menginstruksikan kepada Asnimar dan keluarganya agar Asnimar harus tidur di rumah permanen  orangtuanya. Tidak boleh lagi tidur di bawah terpal.

Dalam kunjungan mendadak tersebut, bupati menyantuni Asnimar beberapa  juta rupiah yang kemudian menjadi dana tambahan untuk membangun rumah semi permanen. “Jika aturan yang ada menghalangi kita sebagai lembaga  untuk membantu, maka  badoncek (patungan) secara pribadi-pribadi
dapat kita lakukan,” kata Ali Mukhni.

Membangun Rumah Memperingati HPN

Setelah  menjadikan Asnimar sebagai sumber berita, wartawan Padang Pariaman yang bernaung di bawah PWI merasa bertanggungjawab  membangunkan rumah sederhana untuk dia yang telah dijanjikan
sebelumnya. Meski dengan Rp 0, janji yang sudah terucap tentu harus  ditunaikan.

Adalah keluarga Darmansyah (wartawan Singgalang dan Wakil Ketua PWI  Padang Pariaman) yang berdomisili di Jakarta merupakan penyumbang  perdana sebesar Rp 5,2 juta, disusul Jon Kenedi Aziz (anggota DPR RI)  Rp 3 juta, kawan-kawan Asnimar alumni SMP 3 Pariaman Rp 5 juta, Budi
Herman dan Dasril Jambak (PT Trikon Sejatama Karya, developer  perumahan Ketaping Residence) dalam bentuk kusen, pintu dan tanah  timbunan, serta para donatur lain, baik dalam bentuk dana maupun
material.

Keluarga besar PWI Padang Pariaman gotong royong setiap Sabtu dan  Minggu seharian. Diawali pada Sabtu (24/2). Hingga minggu ke tiga ini,  kondisi rumah Asnimar sudah siap 70 %.  Sementara Dandim 0308 Pariaman  Letkol Endro Nurbantoro  sudah bersiap-siap pula membangun MCK plus.  “Meskipun saya sudah mutasi ke Mabes TNI, MCK plus tetap tanggung  jawab saya,” tegasnya.

Penulis :  Ketua PWI Perwakilan Padang Pariaman

Tidak ada komentar

Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih

Diberdayakan oleh Blogger.