Cara GEN-Z Mempertahankan Pakaian Tradisional Minangkabau

0
Penulis, YOLA WAHYUNI, Mahasiswa Universitas Andalas


Generasi Z, yang lahir pada era digital dan tumbuh dengan akses luas terhadap teknologi serta informasi global, menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan identitas budaya lokal. 


------baca selengkapnya-----


Di era globalisasi yang penuh dengan arus budaya luar dan perkembangan teknologi yang pesat, eksistensi budaya lokal semakin terdesak, termasuk dalam hal cara berpakaian. 


Pakaian tradisional yang dahulu menjadi simbol identitas dan kebanggaan suatu daerah, kini mulai tergeser oleh tren busana modern yang lebih praktis dan dianggap lebih “kekinian.” 


Salah satu kelompok masyarakat yang sangat terpengaruh oleh perubahan ini adalah generasi muda, khususnya Generasi Z. 


Mereka tumbuh di tengah kemajuan teknologi informasi dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti mode serta budaya populer dari luar negeri. 


Hal ini membuat penggunaan pakaian tradisional menjadi semakin jarang terlihat dalam kehidupan sehari-hari. 


Pakaian tradisional adalah jenis pakaian khas yang diwariskan secara turun-temurun oleh suatu kelompok masyarakat dan mencerminkan identitas budaya, adat istiadat, serta nilai-nilai kehidupan mereka. 


Setiap daerah di Indonesia memiliki pakaian tradisional yang berbeda-beda, yang biasanya dikenakan dalam upacara adat, pernikahan, hari besar, atau acara kebudayaan.


Pakaian tradisional tidak hanya berfungsi sebagai penutup tubuh, tetapi juga sebagai simbol status sosial, kepercayaan, serta filosofi hidup masyarakatnya. 


Pakaian tradisional Minangkabau adalah warisan budaya dari masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat yang mencerminkan nilai adat, filosofi, serta keanggunan dalam berpakaian. 


Busana ini tidak hanya digunakan sebagai penutup tubuh, tetapi juga sebagai simbol identitas, kehormatan, dan status sosial dalam masyarakat.


Untuk perempuan, pakaian tradisional Minangkabau yang paling dikenal adalah Baju kurung basiba yang biasanya dipadukan dengan selendang, sarung songket, dan tengkuluk tanduak.


Sedangkan untuk laki-laki, pakaian tradisionalnya dikenal sebagai baju hitam dengan celana longgar, sering dipadukan dengan saluak (ikat kepala), sarana (ikat pinggang), dan keris yang disisipkan di pinggang, sebagai simbol keberanian dan kehormatan.


Pakaian tradisional Minangkabau biasanya dikenakan pada acara-acara adat seperti pernikahan, batagak penghulu (pengangkatan kepala suku), serta perayaan keagamaan dan budaya lainnya.


Di era sekarang banyak orang-orang yang tidak tertarik dengan baju tradisonal  alasanya mungkin karna desain bajunya yang terlalu kuno.


Generasi Z tumbuh dalam era digital yang sangat dinamis, di mana tren fashion lebih didominasi gaya Korea, Barat, hingga streetwear. 


Media sosial menjadi tempat utama Gen Z mengekspresikan diri, dan sayangnya, tidak semua merasa percaya diri atau tertarik mengenakan pakaian tradisional yang dianggap "kuno" atau "ketinggalan zaman".


Selain itu, terbatasnya edukasi budaya di sekolah maupun lingkungan membuat pemahaman tentang nilai-nilai pakaian tradisional berkurang. 


Belum lagi, pakaian adat umumnya dianggap hanya cocok dikenakan saat acara formal atau adat tertentu saja.


Fenomena ini menjadi tantangan bagi masyarakat, khususnya generasi muda, untuk tetap melestarikan pakaian tradisional tanpa harus mengorbankan gaya dan kenyamanan. 


Salah satu solusi yang kini semakin digemari adalah memodifikasi pakaian tradisional agar lebih sesuai dengan selera modern. 


Dengan kreativitas dan sentuhan desain baru, pakaian tradisional bisa tetap eksis, bahkan menjadi tren yang membanggakan.


Namun, di tengah tantangan ini, banyak Gen Z yang justru mulai menunjukkan kepedulian dan kreativitas untuk menjaga tradisi, termasuk melalui berbagai cara inovatif yang menarik.


Alih-alih memakai pakaian adat secara utuh yang mungkin dianggap terlalu formal untuk keseharian, Gen Z mulai mengadaptasi unsur-unsur pakaian Minangkabau ke dalam busana modern.


Salah satunya adalah memodifikasi pakaian tersebut agar lebih menarik, banyak desainer-desainer muda sekarang membuat pakaian tradisonal dengan menambahkan unsur ke modrenan.


Contohnya baju kurung basiba yang dulunya polos tapi sekarang di tambahkan dengan pernak-pernik seperti payetan-payetan yang sangat indah tanpa menghilangkan nilai budayanya, hal ini membuat semua orang pasti tertarik dengan pakaian tersebut.


Memodifikasi pakaian tradisional bukan berarti menghilangkan jati diri budaya, melainkan justru memperkuatnya agar tetap relevan di tengah masyarakat modern. 


Dengan kreativitas dan pemahaman yang tepat, generasi muda bisa menjadikan pakaian adat sebagai bagian dari gaya hidup sehari-hari tanpa kehilangan makna budaya yang melekat.


Melalui modifikasi, pakaian tradisional bisa menjadi simbol kebanggaan, identitas, dan perlawanan terhadap arus globalisasi yang seragam. 


Ini bukan sekadar tentang fesyen, tetapi tentang bagaimana kita mencintai dan merawat warisan budaya dengan cara yang sesuai dengan perkembangan zaman. (**/)

Tags

Posting Komentar

0Komentar

Mohon Berkomentar Dengan Bahasa Yang Sopan. Terima Kasih

Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top